Jakarta, CNN Indonesia -- Kita tidak perlu karya agung atau pun kemampuan berbicara yang kelewat luwes untuk membuktikan bahwa manusia beragama harus menghargai satu sama lain. Tetapi lebih dari itu semua kita harus menganggap satu sama lain adalah sebagai saudara.
Apa? Bersaudara dengan orang Islam? Orang Nasrani? Orang Budha? Orang Hindu? Orang Khong Uchu? Semua adalah Saudara?
Ya, tentu saja. Bukankah kita diciptakan oleh Tuhan yang sama?
Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang heterogen yang terdiri dari ragam suku, budaya, adat istiadat dan juga agama. Keragaman itu adalah sebuah kekayaan yang luar biasa. Namun, terkadang perbedaan seringkali dipandang dalam sebuah pandangan yang sempit.
Bahkan kebanyakan perbedaan itu di eksploitasi demi sebuah kepentingan ‘kekuasaan’, ambisius dan keserakahan, untuk memuluskan ‘perebutan tahta’.
Bola dunia yang kecil ini, tak lebih dari sebuah titik, berputar di alam semesta yang begitu luas, dan masih ada bola-bola dunia lain di sekitar kita — oleh sebab itu, bola dunia kita bukanlah segalanya.
Sedangkan manusia, dengan tinggi badan tak lebih dari dua meter, tentunya bukanlah hal terpenting dalam runutan penciptaan alam semesta. Salah satu hal yang sering kita lakukan adalah berkata kepada tetangga kita, seseorang yang berbeda dengan kita misalnya, dengan sebutan seorang kafir dan parahnya ada pula yang disertai dengan perilaku ‘brutal’ serta jauh dari azas dan falsafah bangsa ini.
Bagaimana dengan Bhineka Tunggal Ika yang seharusnya menjadi acuan untuk kita agar memiliki budaya saling menghargai satu sama lain? Apakah hal tersebut sudah mati dalam berkehidupan dewasa ini? Atau apakah ajaran setiap agama, harus menindas dan menjauhkan orang-orang yang berbeda dengan kita?
Sejujurnya, memang tidak semua kekejian macam ini terjadi di seluruh penjuru dunia. Tapi kalau dipikir-pikir, jumlahnya juga tidak sedikit dan frekuensinya sangat tinggi.
Bahkan, kalau mau dibuat penelitian, kita bisa menemukan banyak bukti yang menunjukkan kekejian manusia terhadap satu sama lain yang dilandasi oleh agama. Dan bisa dipastikan bahwa kumpulan halaman berisi bukti-bukti itu akan jauh lebih tebal daripada halaman yang ditumpuk untuk menyusun kitab suci (yang justru bertujuan menghukum praktik-praktik kekejian).
Bila kita menghukum orang lain hanya karena dia berbeda pendapat dengan kita, dalam hidup sesingkat ini, maka perlakuan kita sungguh kejam; dan adalah hal yang lancang bagi kita untuk menghujat mereka. Coba ditelaah baik-baik, ada yang tidak beres dengan cara pikir ini. Kita beranggapan bahwa mahluk sekerdil kita, yang sungguh tak ada artinya, pantas mewakili sosok Sang Pencipta.
Atau di saat kita melepas kepergian seseorang yang memiliki keyakinan berbeda dengan kita, apa kita kemudian mengutuk mereka agar masuk neraka? Ada ratusan juta manusia yang hidup di Indonesia dengan keyakinan yang berbeda-beda, apa kita kemudian berucap pada setiap orang yang berkeyakinan berbeda, “Saudara, karena engkau manusia terkutuk, maka aku menolak untuk makan, berurusan atau berbicara denganmu."
Di mata Tuhan kita adalah sama, yang membedakan adalah hati dan perbuatan kita. Perbedaan Ia ciptakan agar tercipta dinamika dan harmoni kehidupan.
Perbedaan Ia ciptakan agar kita saling mengenal satu sama lain dan tolong menolong dalam kebajikan. Perbedaan tidak Ia ciptakan agar kita saling membenci, mengutuk dan menindas satu sama lain. Perbedaan itu adalah sebuah keindahan yang begitu banyak hikmah tergantung di dalamnya. Indonesiaku tetaplah bersatu karena hanya dengan persatuan kita berjaya. Tetaplah pegang teguh toleransi yang sudah menjadi budaya para leluhur kita.