Jakarta, CNN Indonesia --
Semacam Pantun Pada Tuan Warna-warni Tak perlu bimbang dan ragu. Seperti hujan kapan saja sesuka hati membasahi tanah. Mungkin musim kini dan lalu tak sama benar. Tak ada hal luar biasa soal hidup. Biasa saja. Berjalan di relnya seperti kereta ke tujuan. Di bawah langit pemberi oksigen.
Jadi? Tak perlu ada perdebatan kan. Jika cuma sampai di satu stasiun saja. Itu sebabnya tandailah setiap langkah. Agar tak mudah melempar kata ke tembok kota. Jika belum sampai pada stasiun berikutnya dan berikutnya lagi.
Mudah merangkai kata. Bercakap sambil berkacak pinggang. Berkostum ala raksasa. Tak penting benar hal macam itu. Cobalah berjalan dengan seksama dari halte ke halte. Maka diri akan memetik malu. Sebab tak satupun tahu. Jurusan mana akan dituju. Saat bus datang menjemput.
Jakarta, Indonesia, Maret 2017 Semacam Pantun Pada Tuan Pelangi Cobalah dipandang. Apa benar itu jalan tertuju. Paham? Jika tak paham tutuplah semua catatan tak bernomor itu. Tanya lagi pada tujuan. Sebelum membuai kata pada semua pohon perdu beronak, di semak penuh benalu. Tanyakan pada tujuan. Apakah paham hal ikhwal dimaksud.
Jika tujuan tak paham jua. Itu artinya telah mencoreng muka sendiri. Sebab tak paham pada kosa kata tertulis di kamus itu. Nah. Waktu akan bertanya. Apakah perjalanan akan dilanjutkan? Apakah diri punya jawaban untuk hal sederhana itu.
Jakarta, Indonesia, Maret 2017 Semacam Pantun Pada Tuan Pewarna Inikah tempat dari tujuan dimaksud? Janganlah bingung. Jika benar paham pada semua telah tertulis. Menurut buku di saku itu. Seperti telah diperlihatkan tadi. Tak ada satupun catatan tentang tujuan dimaksud, di buku saku itu.
Janganlah hanya pandai menjadi tupai melompat. Tapi jadilah salah satu dari tiang di stasiun itu. Di halte itu. Agar tak sekadar membuai kata. Melemparnya ke tembok kota. Jika paham siapa diri ini. Semoga hidup senantiasa berbagi. Tak sekadar kata bertalu-talu. Sampai jumpa di lain waktu.
Jakarta, Indonesia, Maret 2017