Bukan Sekadar Mahasiswa Acha Acha

CNN Indonesia
Rabu, 12 Apr 2017 15:51 WIB
Saya senang bisa kuliah di Indonesia, sepertinya saya akan tetap mengunjungi Indonesia walau sudah lulus nanti.
Foto: Nur Cholis
Jakarta, CNN Indonesia -- “Saya senang bisa kuliah di Indonesia, sepertinya saya akan tetap mengunjungi Indonesia walau sudah lulus nanti. Saya ingin mengajak keluarga saya mengunjungi negeri yang indah ini”.

Begitulah kesan seorang Sanjiv Menon tentang Indonesia. Siapa dia?

Tiga tahun lalu, Sanjiv Menon tiba di Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung. Itu adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di Indonesia.

Kesan pertama yang dirasakan anak muda berdarah India ini adalah kaget. Ia kaget ketika melihat kecilnya bandara tersebut jika dibandingkan dengan bandara-bandara internasional di India dan Malaysia. Namun, keramahan warga Bandung membuat keputusannya lebih bulat untuk tinggal di Indonesia.

Alasannya datang ke Indonesia tak lain adalah untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Putra pasangan Jothinathan dan Indera Devi ini memilih Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk empat tahun masa pendidikan. Ingin menjadi seseorang yang mandiri, biaya hidup yang murah, dan jarak yang tak begitu jauh dengan kampung halamannya di Malaysia menjadi alasannya memilih belajar di Indonesia.

Sanjiv memang keturunan India namun ia adalah warga Malaysia karena adanya kolonialisasi Inggris yang disebut “Tanah Melayu”. Saat itu India belum merdeka, warga Cina dan India menggunakan perahu untuk mencari perlindungan di Malaysia. Akhirnya mereka bermukim dan menjadi warga Malaysia hingga kini. Sanjiv mengaku bahwa ia adalah generasi keempat sejak peristiwa tersebut.

Ketika ditemui di Bumi Kartika Asri, Jalan Caringin, Sayang, Sumedang, ia menyambut dengan hangat dan memulai perbincangan di sebuah ruang tamu yang terkesan mewah. Sore itu, pukul 17.50, ia menceritakan kisah hidupnya selama menjadi mahasiswa di Indonesia. Diawali dengan hal yang ia suka dari Indonesia. Ia bercerita dengan menggunakan bahasa campuran Inggris dan Malaysia.

“The adventure! I’ve been to Bali, I’ve been to Jogyakarta, I’ve been to Pulau Harapan di Jakarta. Very beautyful, the beaches, snorkling, everything is good, poin yang paling saya sukai dari Indonesia adalah the beauty of nature. Tempat favorit saya adalah Bali karena Bali have everything, historical places, the night life, the food there, people there, and I feel conect to Bali karena agama di sana adalah hindu, sama seperti agama saya. Kalau makanan Indonesia yang paling saya suka adalah ayam penyet, I love spicy food,” ujarnya semangat.

Perbedaan budaya
Jika berbicara mengenai perbedaan budaya, pria pecinta futsal ini menyatakan bahwa budaya Indonesia dengan Malaysia tidak begitu berbeda. Namun, jika dibandingkan dengan budaya India, yang paling terlihat adalah kehidupan agamanya. Di India mayoritas penduduknya beragama hindu, ia pun mengaku bahwa ia mengunjungi India hanya untuk sembahyang atau acara keagamaan.

Hal lain yang membedakan Indonesia dengan India adalah makanan dan cara makannya. Ia membutuhkan waktu satu bulan untuk terbiasa dengan makanan Indonesia. Namun, jika dibandingkan dengan Malaysia, makanan dan cara makannya pun tidak terlalu berbeda dengan Indonesia.
Kehidupan perkuliahan

Angkatan 2014 mahasiswa Unpad asal Malaysia berjumlah 55 orang termasuk Sanjiv, sendangkan dari India tidak ada sama sekali. Ia terpukau ketika pertama kali melihat luasnya Unpad, kebetulan Fakultas Farmasi terletak jauh dari gerbang utama sehingga ia harus menggunakan mobil angkutan semacam angkot yang disediakan Unpad. Menaiki angkot menjadi pengalaman pertama dalam hidupnya. Ia pun kagum dengan bangunan-bangunan fakultas di Unpad yang tersusun rapi sesuai bidang keilmuan.

Untuk pelajaran dan kehidupan sosial di kelas, ia mengira bahwa penyampaian mata kuliah menggunakan bahasa Inggris namun ternyata mengunakan bahasa Indonesia. Awalnya ia kesulitan mencerna pelajaran namun seiring berjalannya waktu ia dapat terbiasa. Komunikasi bersama teman pun mulanya sulit ia rasakan namun kini ia sudah bisa mengatasi hal itu. Ketika bertanya mengenai konflik dan miss communication, ia mengaku bahwa sejauh ini ia tidak pernah menemui masalah yang serius.

Ia pun menyatakan kekecewaannya mengenai lambatnya sistem di kampus, seperti pengumuman jadwal ujian smester. Biasanya jadwal seperti itu diumumkan di akhir smester, jadi ia dan kawannya dari negara lain tidak dapat cepat-cepat memesan tiket pesawat untuk pulang. Jika mereka tahu jadwal yang tepat, maka mereka akan memesan tiket dari jauh-jauh hari agar lebih murah. Sanjiv mengaku bahwa, biasanya dalam satu smester ia dua kali pulang, yaitu di tengah dan di akhir smester.

Di tengah pembicaraan, Sanjiv tak lupa memberikan kiat-kiat bagi para calon mahasiswa asing, bahwasanya di Indonesia tidak semua pelajarannya menggunakan bahasa Inggris maka pengetahuan akan bahasa Indonesia sangat penting. Ia pun menghimbau agar mahasiswa asing pintar membagi waktu.

“Dari segi pendidikan sudah bagus, bisa dipertingkatkan lagi tapi udah bagus ada di tahap terbaik lah. Dari segi medical feel yang include farmasi, medicine, and also FKG, India is very good in medical feel and maybe Malaysia and Indonesia. Saya rase pelajar yang di Indonesia pun mahir more to hands on kalau di Malaysia more to theory. Mungkin di sini banyak mayat seperti di India jadi pelajar-pelajar di sana more to hands on. Di Malaysia kurang mayatnya jadi more to theory,” katanya mengenai kualitas pendidikan di Indonesia dan perbandingan antara pendidikan medik di Indonesia, Malaysia, dan India.

Ia pun berharap dapat lulus tepat waktu di 2018, pengalaman berkuliah di Indonesia adalah satu kali seumur hidup. Ia ingin kembali ke Indonesia walau sudah lulus. “Banyak tempat yang belum saya kunjungi, Surabaya, Malang dan banyak lagi, I’m lookinh forward in the future, maybe my family can come here,” dia menutup pembicaraan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER