Solo, CNN Indonesia -- Menjalani hidup dalam kondisi fisik yang kurang sempurna tentu bukan keinginan setiap manusia. Dalam beraktivitas sehari-hari, para penyandang disabilitas sering mengalami kesulitan dan tak jauh dari perasaan minder. Tak hanya sampai di situ, kemampuan mereka juga acapkali dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang.
Meski demikian, keterbatasan fisik bukan penghambat untuk berprestasi, banyak dari penyandang disabilitas sadar bahwa di dalam dirinya tertanam bakat dan kemampuan, hal inilah yang dirasakan oleh Saputra Figo.
Saputra Figo atau biasa dipanggil Figo merupakan atlet difabel dari cabang olahraga atletik. Ia memutuskan untuk menjadi atlet difabel sejak bulan Desember 2014. Hal itu bermula ketika Ketua NPC (National Paralympic Commite) kota Cilacap mengajaknya bergabung dalam cabang olahraga atletik. Tawaran tersebut segera diterima oleh Figo.
Dengan berbekal semangat dan kerja keras Figo terus berlatih untuk mengasah kemampuan dirinya. Hal tersulit yang ia rasakan selama menjadi atlet adalah ketika harus berlatih menyempurnakan teknik dalam berlari dan lompat jauh.
Di usianya yang telah menginjak 16 tahun, Figo telah berpartisipasi dalam berbagai perlombaan baik tingkat kota maupun di tingkat nasional. Berbagai gelar juara telah disabetnya seperti: juara pertama lomba lari 200 meter putra di Peparpeda Jawa Tengah tahun 2014, juara kedua lari 100 meter putra di Peparpeda Jawa Tengah tahun 2014, juara pertama lari 800 meter di Peparnas 2015, juara 1 lompat jauh di Peparnas 2015, dan yang terakhir ketika Figo mampu mempersembahkan juara 3 lari estafet 4x400 m putra bagi Kontingen Jawa Tengah pada Peparnas 2016 yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat.
Banyaknya prestasi yang diperoleh Figo tentu tak luput dari dukungan orang tuanya. Sejak pertama kali menggeluti olahraga atletik, orang tua Figo mendukung penuh usahanya itu.
Sebagai atlet, dukungan bukan hanya datang dari orang tuanya saja, namun juga dari pihak pemerintah. Selama ini Figo merasa dukungan pemerintah sudah cukup baik seperti pemberian bonus atas prestasinya yang diraihnya.
Berlatih di bawah teriknya panas matahari yang menyengat kulit sudah menjadi hal yang biasa bagi Figo. Bersama teman-teman, Figo biasa berlatih dari hari Senin sampai Sabtu di Stadion Manahan, Solo. Cita-citanya kelak bukan hanya dapat membanggakan orang tua, namun juga dapat mewakili Indonesia di kancah Internasional serta mempersembahkan medali emas bagi tanah air.
Di balik keterbatasannya, Figo membuktikan kepada kita, bahwa ia dapat melampaui batasan itu. Sebagai manusia yang dilahirkan sempurna, kita tidak boleh mudah menyerah apalagi tidak mau mengembangkan potensi diri. Setiap usaha dan kerja keras kita adalah pensil yang menggambarkan diri kita sebenarnya.