Ancaman Kehancuran Hutan dan Kepunahan Harimau Sumatera

CNN Indonesia
Senin, 07 Agu 2017 11:15 WIB
Laju deforestasi di Indonesia, khususnya di Sumatera sangat memprihatinkan. Nasib harimau Sumatera pun berada di ambang kepunahan.
Harimau sumatera. (Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Saya tidak mau nanti harus menjelaskan kepada cucu saya Almira bahwa kami, di masa kami, tidak dapat menyelamatkan hutan dan masyarakat yang bergantung padanya."
- Susilo Bambang Yudhoyono -

Bukan hal yang mengerankan bila Indonesia dikatakan sebagai paru-paru bumi, hal ini disebabkan karena kondisi alam Indonesia yang heterogen dan merupakan pemilik hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia. Terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Berbagai diversifikasi tumbuhan maupun hewan menjadi kekayaan tersendiri yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tercatat luas hutan Indonesia pada 2003 sebesar 109 juta hektare.

Namun, data tersebut hanya saksi bisu Indonesia yang pernah begitu kaya akan sumber daya alam. Tercatat menurut peta resmi Kementerian Kehutanan yang diberikan kepada Greenpeace pada tahun 2013, Indonesia kehilangan setidaknya 1.240.000 hektare hutan dalam periode antara 2009 dan 2011, atau setara dengan 620.000 hektare per tahunnya. Sebanyak 40% dari kehilangan ini terjadi di Sumatera, di mana 230.000 hektare terjadi di provinsi, atau seperlima dari total deforestasi.

Sementara itu, data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mencatat bahwa total luas hutan saat ini mencapai 124 juta hektare. Tapi sejak 2010 hingga 2015, Indonesia menempati urutan kedua tertinggi kehilangan luas hutannya yang mencapai 684.000 hektare tiap tahunya

Bila melihat pada data dan deretan angka tersebut mungkin tidak akan terlalu menyentuh sisi empati dari kita sebagai bangsa Indonesia. Namun, kita perlu melihat pada dampak nyata yang terjadi karena deforestasi tersebut. Untuk kemudian sadar bahwa hal tersebut sangatlah merugikan kita sebagai manusia yang sedang hidup bersanding bersama alam ini.

Gejala-gejala dari semakin rusaknya hutan kita dapat kita analisa melalui keberadaan dan tingkah laku binatang sebagai penghuni hutan. Salah satunya melihat bagaimana keberadaan harimau yang semakin terancam kepunahan. Saat ini hanya sekitar 400 ekor harimau yang diperkirakan tersisa di hutan-hutan hujan Sumatera – yang berkurang secara pesat seperempat juta hektare tiap tahunnya. Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp/HTI (Hutan Tanaman Industri) adalah penyebab hampir dua pertiga kerusakan habitat harimau.

Menyusutnya populasi harimau Sumatera adalah indikasi hilangnya hutan, keanekaragaman hayati dan juga kestabilan iklim. Misalnya kita melihat pada kejadian kebakaran besar yang disengaja maupun tidak, berkobar di Sumatra terutama di provinsi Riau pada 2013 lalu dan menghancurkan ratusan ribu hektare hutan hujan – termasuk hutan lahan gambut dalam yang merupakan habitat terakhir harimau di provinsi ini.

Kebakaran tersebut tercatat memecahkan rekor yang mengakibatkan terlepasnya gas rumah kaca dan polutan dalam jumlah besar di mana kabut asapnya yang jauh hingga mencapai Thailand.

Kejadian ini merupakan salah satu tamparan keras bagi Indonesia untuk memperhatikan dan membenahi berbagai hal mengenai sistem pengelolaan hutan yang salah satunya dilakukan oleh korporasi. Menurut pemerintah Indonesia, 85% dari emisi gas rumah kaca negeri ini berasal dari perubahan peruntukan lahan (terutama yang berkaitan dengan deforestasi untuk perkebunan atau pertanian), dan sekitar separuhnya berkaitan dengan lahan gambut.

Bahkan habitat harimau Sumatera dalam wilayah lindung seperti Taman Nasional Tesso Nilo yang terkenal di dunia telah dihancurkan oleh perambahan untuk produksi minyak kelapa sawit ilegal, dan pejabat pemerintah pun mengakui bahwa perlindungan wilayah ini hanya ada di atas kertas.

Hampir duapertiga dari hilangnya habitat harimau Sumatera antara adalah wilayah yang diidentifikasi sebagai konsesi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Satu juta hektare di luar itu – 10% dari hutan habitat harimau yang tersisa – tetap berisiko ditebang habis dalam wilayah konsesi ini sejak 2011.

Banyak dari habitat ini terdiri dari daerah-daerah berhutan yang kecil dan terpisah yang penting bagi harimau sebagai penghubung antara bentang wilayah yang lebih besar. Investigasi lapangan dan analisis citra satelit juga menunjukkan pembukaan hutan yang signifikan secara ilegal di habitat harimau untuk kebun kelapa sawit di luar konsesi.

Salah satu dampak paling serius dari meningkatnya fragmentasi habitat harimau adalah perburuan liar dan meningkatnya konflik manusia-harimau. Laju deforestasi yang pesat, pertumbuhan populasi penduduk dan pembangunan ekonomi di dalam dan sekitar habitat harimau Sumatera memaksa harimau meningkatkan kontaknya dengan manusia. Tak ayal, akhirnya para harimau mendatangi permukiman warga untuk memangsa hewan ternak bahkan berkemungkinan menyerang manusia.

Aksi nyata sangat diperlukan untuk menghentikan fragmentasi dan untuk menghubungkan kembali petak-petak habitat menjadi wilayah yang lebih besar dan mampu untuk mendukung pembiakan populasi harimau. Tanpa hal tersebut, keberlanjutan populasi harimau tidak dapat dipertahankan dikarenakan di sebagian besar wilayah habitat harimau saat ini mengalami pembangunan industrial. Dan ini semakin memperjelas bagaimana arah kematian hutan Indonesia.

Untuk itu perlu bagi pemerintah menekankan regulasi bagi para korporasi untuk memberlakukan sistem konservasi hutan bagi korporasi yang menjadikan lahan hutan untuk kepentingan bisnis mereka. Selain itu, salah satu hal yang perlu ditekankan adalah pembenahan dan pemberdayaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH ini merupakan unsur yang sangat krusial dalam system pengawasan hutan.

Tak jarang ditemui, seperti di Sumatera, petugas KPH jumlahnya masih minim untuk bisa meng-cover kawasan hutan yang luas. Bahkan mobil patrol mereka hanya terdapat satu unit. Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan pemenuhan kelayakan fasilitas para petugas KPH dalam menjalankan tugas agar mereka pun merasa didukung untuk terus jujur dan tegas dalam menjalankan pengawasan terhadap hutan di Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER