Alasan Mekanisasi Belum Banyak Diadopsi Petani Indonesia

CNN Indonesia
Senin, 04 Sep 2017 13:04 WIB
Akhir-akhir ini mekanisasi pertanian telah berhasil menjadi magnet dunia. Tapi mengapa di Indonesia belum diadopsi secara luas?
Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pertanian merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar dalam mendongkrak pertumbuhan perkonomian Indonesia, seperti yang dilansir Detik Finance (8/5). Bahwa sektor pertanian menjadi salah satu penyumbang ekonomi terbesar, hal ini dapat dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2017.

Pada periode itu sektor pertanian menyumbang kontribusi terhadap PDB sebesar 13,59 persen dengan pertumbuhan 7,1% (year on year/yoy). Dengan begitu wajar ketika sektor pertanian masih menjadi harapan dalam pertumbuhan perekonomian negeri ini.

Sebagai negara agraris, perkembangan dan kemajuan pertanian harus menjadi keniscayaan, mulai dari sarana dan prasarana, distribusi bibit dan benih unggul, wawasan pertanian terpadu, dan sampai kepada pengembangan alat-mesin pertanian. Semuanya harus didorong dari mulai hulu hingga hilirnya.

Akhir-akhir ini mekanisasi pertanian telah berhasil menjadi magnet dunia. Semua mata tertuju pada teknologi-teknologi baru yang terus dikembangkan. Hingga robot pertanian bukan lagi menjadi angan, namun menjadi pegangan bagi setiap negara-negara pengembang pertanian. Konsep ini sejalan dengan negara-negara maju di luar sana yang notabenenya memiliki lahan yang luas bagi setiap petaninya.

Kepemilikan lahan yang luas membuat penerapan alat-mesin pertanian efektif untuk digunakan di luar sana. Beberapa negara maju seperti di Selandia Baru, Inggris, dan Jepang, kepemilikan lahan pertanian masing-masing petani cukup besar.

Di sana, satu petani bisa memiliki 2,5 hektare bahkan lebih dari 45 hektare lahan. Berbeda dengan di Indonesia, rata-rata kepemilikan lahan oleh petani di Indonesia hanya 0,8 hektare.

Luasan kepemilikan lahan pertanian ini menjadi salah satu kunci inhibitor bagi penerapan mekanisasi pertanian di Indonesia. Sebab dalam mekanisasi pertanian, investasi yang dikeluarkan tentu akan lebih besar.

Terlebih apabila lahan yang dimiliki petani hanya sepetak, yang ada bukan meningkatkan pendapatan, justru meningkatkan pengeluaran. Namun sebaliknya apabila lahan yang dimiliki petani luas, tentu penerapan mekanisasi pertanian akan efektif diterapkan.

Untuk menanggulangi fenomena tidak sejalannya mekanisasi pertanian dengan kondisi pertanian yang ada di Indonesia, paling tidak ada 3 alternatif yang dapat menjadi pintu keluar atas persoalan yang terjadi.

Pertama, dibuatnya mekanisasi pertanian yang menerapkan konsep teknologi tepat guna. Artinya, selain alat-mesin pertanian dengan kapasitas modern dibuat, diimbangi juga dengan penggalakan alat-mesin pertanian tepat guna yang dapat digunakan oleh para petani yang notabenenya bersakala kecil.

Dalam hal ini para perekayasa alat-mesin pertanian jangan berandai-andai terlalu jauh akan sebuah alat-mesin pertanian yang canggih, yang menerapkan otomatisasi, namun membuka mata pula akan kebutuhan teknologi yang memang dibutuhkan oleh petani. Sehingga alat-mesin pertanian yang dibuat dapat digunakan secara optimum oleh para petani, bukan hanya sekedar barang mahakarya yang penuh debu akibat tidak mampunya petani mengunakannya.

Dengan begitu melalui alternatif pertama ini juga dapat menjadi wadah dalam penyuluhan teknologi bagi petani, termasuk meningkatkan petani dalam wawasan dan kemampuan mengoperasikan alat-mesin pertanian dalam tingkatan yang sederhana.

Kedua, wadah perancangan dan reparasi alat-mesin pertanian di setiap kelurahan harus dihidupkan. Seperti halnya bengkel-bengkel kendaraan yang bertebaran di mana-mana, bengkel alat-mesin pertanian pun sama, harus bertebaran di mana-mana. Paling tidak di setiap kelurahan ada, untuk merakit, memperbaiki, atau bahkan membuat inovasi baru alat-mesin pertanian.

Karena pada dasarnya masalah antara daerah satu dengan daerah lainnya tidaklah sama, mulai dari tekstur tanah yang berbeda, suhu dan kelembaban yang berbeda, ketinggian antara daerah satu dengan daerah lainnya berbeda, sosial budaya masyarakat yang berkembang pun berbeda, tingkat pendidikan dan ekonomi yang berbeda dan permasalahan lainnya yang membuat tidak sama antara daerah satu dengan daerah lainnya.

Sehingga tidak lagi rekayasa alat-mesin pertanian terpusat hanya di daerah-daerah tertentu saja. Melainkan sudah merambah ke setiap daerah yang ada di Indonesia. Yang akhirnya muncul komoditas alat-mesin pertanian tertentu, untuk daerah tertentu.

Ketiga, adanya pengaturan mengenai kepemilikan lahan, serta upaya perluasan kepemilikan lahan bagi para petani. Bagaimanapun efektivitas mekanisasi pertanian berbanding lurus dengan luasan lahan yang dimiliki.

Maka dengan 3 alternatif yang diterapkan bukan menjadi alasan lagi mekanisasi pertanian merangkak merambat. Keterbatasan petani bukan menjadi kendala bagi kemajuan bidang mekanisasi pertanian. Namun sebaliknya, dengan mekanisasi pertanian terjadi peningkatan produktivitas pada petani-petani Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER