Rohingnya: Memahami Sikap Indonesia dan Thailand

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 10 Okt 2017 07:45 WIB
Sebagai sesama anggota ASEAN ada prinsip non-intervensi yang membuat upaya menekan Myanmar dalam konflik di Rohingya menjadi sulit. Apa solusinya?
Anak-anak Rohingya di pengungsian. (REUTERS/Damir Sagolj)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meletusnya konflik Rohingnya menimbulkan respons dari luar negara Myanmar. Salah satunya adalah Indonesia. Di Indonesia sendiri respons begitu masif dari kalangan masyarakat. Cukup banyak aksi berbentuk solidaritas yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.

Selain aksi solidaritas, aksi juga untuk mendesak pemerintah agar melakukan sikap diplomatik terhadap Myanmar secara tegas. Dan pemerintah tidak diam begitu saja, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dikirim Myanmar. Ia datang untuk membahas krisis keamanan dan kemanusiaan di Provinsi Rakhine, tempat muslim Rohingya tentu saja Retno Marsudi menemui Aung San Suu Kyi, penasihat negara Myanmar.

Retno menyampaikan berbagai macam usulan, dan salah satunya adalah dibukanya akses untuk bantuan kemanusiaan. Dan akhirnya kunjungan berbuah hasil yakni dibukanya akses penyaluran bantuan kemanusiaan dari Indonesia.

Sebagai sesama anggota ASEAN, Indonesia dan Myanmar memegang prinsip non-intervensi. Prinsip ini melarang negara anggota mencampuri urusan domestik anggota ASEAN lain. Tetapi, dalam perkembangannya, prinsip non-intervensi menjelma begitu kaku dan justru menyabotase upaya-upaya kolektif penegakan HAM di negara-negara ASEAN. Kasus Rohingya di Myanmar adalah contoh konkret.

Ketika kekerasan terhadap komunitas muslim Rohingya di Rakhine meningkat sejak 2012 dan menjadi bahan pemberitaan internasional, Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan mengusulkan untuk mengadakan perundingan tripartit antara ASEAN, PBB, dan pemerintah Myanmar untuk mencegah kekerasan yang lebih luas.

Namun Myanmar memilih menolak usulan dialog tersebut. Penolakan Myanmar sah karena prinsip non-intervensi. Dengan memakai opsi ini, tekanan dari ASEAN terbentur tembok pertahanan non-intervensi sehingga masalah Rohingya gagal dibahas bersama dalam konteks ASEAN.

Selan itu juga, sikap Thailand sendiri, sebagai sesama anggota ASEAN dan mitra dagang terbesar kedua, berkomitmen untuk tidak mengintervensi urusan dalam negeri Myanmar. Hal ini sudah disampaikan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha. Meski begitu, Thailand masih membuka pintu bagi para pengungsi Rohingya yang terusir dari Rakhine.

Seperti konflik-konflik sebelumnya, Thailand akan memberikan tempat berlindung bagi warga Rohingya dan siap memulangkan mereka ke Rakhine bila situasi sudah kondusif. Thailand sendiri merupakan rute transit populer bagi warga Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine melalui jalur Laut Andaman maupun lewat jalan darat.

Melampaui semua itu, sikap Indonesia sebagai negara pertama yang datang ke Myanmar dan melobi agar kekerasan dihentikan, diharapkan memancing negara-negara ASEAN lain untuk turut bersuara. Hubungan Indonesia dan Myanmar sendiri secara bilateral sudah terjalin lewat pengesahan diplomatik pada 27 Desember 1949. Indonesia memiliki kedutaan di Yangon, dan Myanmar memiliki kedutaan di Jakarta.

Dilansir dari Myanmar Times, di sektor perdagangan, kedua negara ini pernah menetapkan target peningkatan perdagangan menjadi US$1 miliar pada akhir 2016. Sejak 1988 hingga Juli 2017, Myanmar menerima investasi dari perusahaan-perusahaan Indonesia sebesar 273,58 juta dollar. Indonesia menempati urutan ke-13 sumber investasi asing terbesar di Myanmar. Bukan mustahil tekanan ekonomi juga bisa dilakukan. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER