Jakarta, CNN Indonesia -- Mengurai benang kusut dan basah bukan hal yang mudah, apalagi di tengah padang yang gersang dan berliku. Tapi bukan berarti tak ada jalan.
Begitu pun dalam persoalan lingkungan hidup, yang mencakup soal tanah, hutan, air, mineral, dan energi atau dengan kata lain biotik dan abiotik. Persoalannya semakin kompleks dalam tananan kehidupan semua makhluk hidup. Persoalan lingkungan seolah tidak berhenti terjadi.
Dimulai dari sudah semakin terkikisnya luasan tutupan hutan, semakin berkurangnya jumlah satwa, semakin menumpuknya sampah-sampah di lautan bebas dan semakin rentannya hutan terbakar sepanjang waktu dari tahun ke tahun.
Tentu ini menjadi persoalan yang tak bisa dipandang remeh dan tak boleh dibiarkan begitu saja. Hal yang sama juga sudah semakin sering kita lihat, rasakan dan benar-benar terjadi. Seperti misalnya banjir, tanah longsor, tidak terkecuali kebakaran dan juga kekeringan.
Bencana ekologis sudah semakin akrab bagi masyarakat kita. Cuaca yang tidak menentu (anomali cuaca), yang acap kali berubah tanpa bisa dipastikan lagi seperti dulu. Pemanasan global istilah kerennya, panas sudah semakin panas, berdampak pada mencairnya es di Antartika, beruang kutub sudah semakin tak betah dan mengalami kesulitan.
Demikian juga dengan nasib para pinguin yang mendiami wilayah tersebut. Nyata-nyata kita rasakan di wilayah hutan hujan tropis saat ini. Musim sudah semakin membingungkan para petani, nelayan dan para pelaku usaha. Petani sudah semakin sulit memprediksi kapan saatnya menugal (bertani) karena sulit membakar karena faktor cuaca.
Cuaca buruk semakin mempersulit para nelayan mencari ikan dan pelaku usaha transportasi lebih khusus udara dan laut berpikir dua tiga kali sebelum mengoperasikan transportasi mereka. Tentunya ini berdampak langsung bagi jalannya perekonomian masyarakat.
Di lain sisi, hutan-hutan tak lagi berdiri kokoh menjulang tinggi, melainkan rebah tak berdaya terkulai layu akibat semakin luasnya pembukaan lahan yang juga berimbas bagi lingkungan sekitar terutama manusia dan satwa serta keberlanjutan nafas hidup nantinya.
Mari setidaknya memperbaiki tata kelola lingkungan hidup yang sudah semakin kompleks tersebut. Itu dapat dilakukan secara bersama sebagai upaya untuk perubahan, komitmen, kepedulian, perhatian, kerjasama dan kebijaksanaan dari semua elemen terkait tanpa terkecuali.
Apabila tidak bekerja sama, maka hampir dipastikan benang kusut akan semakin kusut dan hampir dipastikan untuk menegakkan benang tersebut memerlukan waktu. Tetapi dengan syarat tanpa adanya egosentris dari masing-masing pihak pula dalam rangka merawat dan memperbaiki bumi yang sudah semakin sakit.
Tata kelola lingkungan hidup yang baik sedikit banyak akan memberikan secercah harapan di masa datang. Itu pun jika kita semua mau dididik dan mendidik diri kita untuk berubah dan semakin cinta lingkungan demi anak cucu nanti. Semoga.
Petrus Kanisius
Bekerja di Yayasan Palung