Luput Mengenang Jasa Pahlawan PU

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 13 Des 2017 09:37 WIB
Tidak banyak yang tahu bahwa pada 3 Desember diperingati sebagai Hari Pekerja Umum (PU) berkat jasa 7 pahlawannya. Masihkah diingat?
Foto: Dok. id.wikipedia.org (Merbabu)
Bandung, CNN Indonesia -- Tidak banyak yang tahu bahwa pada 3 Desember diperingati sebagai Hari Pekerja Umum (PU). Ceritanya, setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, para pemuda pegawai Departemen Pekerjaan Umum tetap siaga di Kota Bandung.

Mereka siaga kalau-kalau ada yang merusak kembali kemerdekaan yang sudah diproklamasikan, termasuk upaya untuk menduduki Kota Bandung. Pada saat 3 Desember 1945 tentara sekutu yang ditumpangi Belanda menyerang, ingin mengambil alih Gedung Sate.
 
Pada waktu itu, untuk mempertahankan Gedung Sate sengaja dibentuk pasukan khusus. Gedung Sate dapat dipertahankan, namun jatuh korban.

Sebanyak tujuh orang dari pasukan itu tewas saat melawan Belanda. Mereka adalah Didik Ardiyanto, Muchtarudin, Suhodo, Rio Susilo, Subengat, Ranu, dan Suryono.

Untuk menghargai perjuangan mereka hingga titik darah penghabisan, ketujuh pegawai PU itu kini dijuluki Sapta Taruna serta nama-namanya diabadikan dalam tugu batu alam di depan Gedung Sate.

Pada tugu itu bertuliskan “Dalam mempertahankan Gedung Sate terhadap serangan pasukan Gurkha tanggal 3 Desember 1945, tujuh pemuda gugur dan dikubur oleh pihak musuh di halaman ini. Bulan Agustus 1952 diketemukan jenazah Suhodo, Didi, dan Muchtarudin, yang dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Cikutra. Jenazah Rana, Subengat, Surjono, dan Susilo tetap berada di sini.”

Memegang Janji
Perlawanan itu terjadi setelah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang saat itu dibacakan oleh Ir. Soekarno. Pada saat itu negara sedang tidak dalam keadaan aman.

Meski kabinet pemerintahan sudah dibentuk pada saat itu tetap saja masih ada perlawanan dari pihak sekutu. Terutama saat tentara sekutu datang menggantikan Jepang pada 4 Oktober 1945.

Kota Bandung mulai didatangi oleh tentara sekutu Belanda dan pasukan National Interscholastic Cycling Association (NICA). Maka sejak saat itu, pemuda-pemuda PU di bawah pimpinan Menteri Muda Perhubungan dan Pekerja Umum, Ir. Pangeran Noor, pada 20 Oktober, memegang janji dan sumpah setia kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Mereka berjanji akan berhadapan dengan tentara Jepang dan sekutu untuk mempertahankan gedung yang kini menjadi salah satu ikon sejarah Bandung. Janji itu pun terbukti, meski harus kehilangan nyawa.

Hari Bersejarah PU
Pada 2 Desember 1961, Ir. H. Djuanda memberi pernyataan apresiasi sekaligus penobatan tertulis kepada ketujuh pemuda yang gugur dalam mempertahankan Gedung Depertemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Peristiwa ini resmi telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam kemerdekaannya serta sejarah perkembangan Pekerjaan Umum yang telah menciptakan Sapta Taruna Kesatria. Serta terciptanya pemuda yang berjiwa pejuang, sosial, abdi pada masyarakat dalam Pekerjaan Umum.

Apakah Masih dikenang?
Saat ini 3 Desember 2017 sudah 72 tahun sejak kejadian itu. Namun ketika saya melihat akun media sosial Dinas Pekerja Umum yang bewarna biru putih itu dengan lambang seekor burung, Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung nampaknya terlihat sepi-sepi saja tidak ada postingan mengenai Hari Bakti PU.

Ketika saya melihatnya pada pukul 22:27 WIB hanya ada postingan seperti poster “Sumall,” 153 Mentions, 2.55M Mention Reach, 16 Likes, dan 11 Retweets, yang diposting dua jam yang lalu. Serta postingan ulang panjang jalan yang ada di Bandung.

Padahal kekuatan media sosial saat ini sangat luar biasa. Ini bisa menjadi kekuatan kembali untuk menjadi pejuang-pejuang seperti mereka. Karena kini Bandung juga bisa dikatakan sebagai kota pelajar. Tapi nampaknya nilai-nilai untuk memperjuangkan hal-hal sangat beharga semakin memudar.

Para Pekerja Umum Kota Bandung kini seakan-akan hanya menggugurkan kewajibannya tanpa melihat apa yang mereka kerjakan, untuk apa, serta seberapa bergunanya pekerjaan yang mereka kerjaan. Maka tak heran jika sebagian orang melihat ketika mereka bekerja terkesan asal-asalan yang akhirnya hasilnya pun “asal jadi”.

Infrastruktur di tengah pertumbuhan kota terkadang kacau. Properti komersial dibiarkan tumbuh dan mendominasi pemanfaatan ruang kota. Struktur ruang kota menjadi tidak teratur. Dari hal seperti ini saja sedikit sekali yang peduli.

Kalau pemuda-pemuda yang dulu terkenal tidak pantang menyerah dalam menangani masalah yang mengganjal, kini generasi saat ini seakan-akan menutup mata menerima apapun yang terjadi. Sebab bukan hanya semangat, namun butuh bukti nyata, serta mengetahui tujuan dalam melakukan suatu pekerjaan. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER