Jakarta, CNN Indonesia -- Beruntunglah menjadi generasi milenial saat ini yang setidaknya sudah dimanjakan oleh teknologi dan lingkungan sekitar. Belum lagi mereka yang berkecukupan, tinggal di tempat yang nyaman, mendapat fasilitas yang memadai, pendidikan yang terjamin serta kasih sayang penuh dari orang tua.
Dengan kesempatan yang ada, memudahkan mereka untuk mengejar mimpinya. Namun apakah kita pernah berpikir saat kita memiliki berjuta mimpi, tetapi mimpi itu harus terhalang oleh kondisi tertentu?
Hal itulah yang dirasakan oleh anak-anak yang tinggal di SOS Children Village Indonesia. Saat mereka harus mengejar mimpinya di usia dini tetapi dihadapkan kembali pada kenyataan berat untuk berpisah dengan orang tuanya.
Entah disebabkan oleh kondisi ekonomi atau hal lain yang memaksa mereka untuk tinggal di Desa SOS. “Berat rasanya saat saya harus membantu mereka bangkit dari keterpurukan dan rasa trauma,” ungkap salah satu ibu asuh di Desa SOS siang itu.
“Bagaimana bisa seorang ibu meninggalkan dan membiarkan anaknya tumbuh di lingkungan berbeda? Bahkan jauh dari orang tua,” itulah yang terlintas di benak saya saat mendengar cerita tentang beberapa anak di Desa SOS tersebut.
Mungkin saat saya berada di posisi mereka, saya akan merasakan hal yang sama. Saya akan merasa terbuang bahkan diasingkan. Beberapa dari mereka sulit untuk bangun dari rasa trauma yang bahkan menyebabkan mereka lalai dalam belajar. Namun tidak sedikit pula yang mampu bertahan dan berhasil bangkit dari keterpurukannya.
Christo salah satunya, sejak bayi ia telah diasuh di SOS Children Village Jakarta. Bakatnya dalam bermusik sudah tertanam sejak ia duduk di kelas 3 sekolah dasar. Perjalanan musiknya didukung dan dibimbing oleh Mamak Arista, ibu asuh Christo yang telah merawatnya selama 18 tahun.
Berbekal keyboard bekas, Christo kecil mulai belajar nada-nada dasar. Melihat bakat tersebut, pihak Desa SOS tidak segan untuk mengundang musisi jazz ternama, Rob Hall, untuk membantu Christo mengembangkan kemampuannya dalam bermusik.
“Cara terbaik untuk membantu seorang anak bangkit dari traumanya ialah mengembangkan kapasitas dirinya agar ia merasa dirinya berharga,” ungkap pak Mardi, salah satu Staff di SOS Children Village Jakarta. Setidaknya itulah upaya yang dilakukan oleh pihak Desa SOS dalam membantu setiap anak.
Sampai akhirnya Christo mampu mengeksplorasi diri dan belajar membuat aransemen musik. Dengan kondisi tersebut malah memacu dirinya untuk terus berkembang, hingga saat ini ia telah mendapatkan penghargaan sebagai Nominator International Award For Young People (IAYP) dari The Duke Edinburgh’s. Bahkan tahun ini ia berhasil mengharumkan nama Indonesia di ajang pencarian bakat yaitu Asia’s Got Talent.
Keberhasilan Christo tak lepas dari dukungan pihak SOS Children Village. bukan hanya mendukung dirinya dari segi materi, namun juga kasih sayang serta perhatian yang diberikan oleh ibu asuh di lembaga tersebut.
Di samping itu, SOS Children Village hadir bukan hanya membantu anak-anak yang berada di lembaga tersebut. Melainkan mereka juga memiliki Family Strengthening Programme (FSP) untuk para orang tua dalam mengembangkan kemampuannya. Selain itu, Desa SOS juga bekerjasama dengan beberapa mitra usaha untuk membuka lapangan kerja bagi para orang tua agar mereka tetap dapat tinggal dan mendukung pertumbuhan anak-anaknya. Karena pada dasarnya tempat terbaik untuk tumbuh bagi seorang anak adalah keluarga, tentunya dengan perhatian serta kasih sayang orang tua.
Mungkin kita tidak bisa melakukan banyak hal bagi mereka yang kurang beruntung, akan tetapi rasa syukur atas apa yang dimiliki diikuti dengan rasa peduli terhadap sesama, dapat mendorong semangat mereka untuk mewujudkan mimpi.
(ded/ded)