Jakarta, CNN Indonesia -- Ada hal tak mungkin jika benar hal itu dianggap tak mungkin. Rasional versus irasional atau mistik versus non mistik atau sebaliknya. Curiga versus was-was atau antara percaya dan tidak percaya. Maka muara sugesti menolak kebenaran realitas atau mungkin saja bisa terjadi juga sebaliknya, kenyataan atau pura-pura mau tapi ‘ogah’ atau bisa juga keduanya atau di antaranya.
Ada banyak pendapat manusia tentang manusia lain, konon hal itu menjadi alami. Manusia dan intelegensi berkomunikasi di antara mereka, sesuai dengan kebutuhan ruang lingkup personal menuju kelompok atau sebaliknya, kepada publik menjadi ruang pasar komunikasi sebagai salah satu alat bermasyarakat, lebih luas lagi menjadi antar negara atau bangsa-bangsa.
Kewajaran dalam aturan moral personal ke arah tujuan moral publik dalam kolaborasi saling berkomunikasi di media antar publik ataupun personal atau sebaliknya atau mungkin saja di antaranya. Kini telah dikenal dan menjadi pola laku media sosial setelah koran dinding dan jenis media lampau telah ditinggalkan. Melangkah jauh menjadi seni komunikasi elektronik, teknologi.
Ilmu pengetahuan berkembang cepat meluas dan sahih berdasarkan masing-masing hukum-hukum moral acuannya, dalam alur mazhab-mazhab, pilihan-pilihan ke arah ketepatan dan kecepatan pada presisi perspektif intelegensi personal ataupun grup ataupun komunitas, masyarakat, sejak awal hingga kekinian di temuan zamannya, terus berkembang non-limit ke arah cita rasa tujuan.
Baik, salah dan benar, menjadi pelajaran hidup berharga. Tapi, bukan kesadaran atas tindak pidana korupsi atau narkoba dalam etos kejahatan kelompok ataupun personal, lalu hal negatif itu berkesinambungan menjadi fragmen akut dalam eskalasi tontonan biasa seakan bukan penyakit masyarakat. Hal itu amat celaka dan membahayakan stabilitas kemaslahatan publik.
Lalu apa dong tujuan hidup manusia, sebagai makhluk lemah tak lepas dari kesalahan seakan serta merta melekat pula menjadi makhluk kurang sempurna?
Bagaimana jika ada pertanyaan begini: Apakah akibat kelemahan itu manusia berhak korupsi? Berhak manipulasi keuangan negara? Di dalamnya ada hak masyarakat, antara lain bantuan sosial bagi saudara sesama, yatim piatu, beasiswa pelajar, mahasiswa, menuju tingkat pendidikan lebih tinggi lagi dan orang tua sesama warga negara di panti wreda.
Pilihan bukan seperti belanja ke pasar tradisional atau ke mal. Diperlukan kontrol sensibilitas nurani humanis. Sesuai kantong moral masing-masing atas dasar kesadaran kemampuan jurnal perhitungan hidup, menuju surga kebaikan di kebenaran. Karena tidak ada surga kesalahan.
(ded/ded)