Seni Politik Lokal Masih Genit Deh

Taufan S. Chandranegara | CNN Indonesia
Rabu, 07 Feb 2018 16:37 WIB
Berita-berita seni politik lokal masih genit berslogan, senantiasa Nomor Satu dan Terpercaya. Mengapa itu kurang kreatif?
Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Khazanah politik modern menjelang pemilu 2019, kelihatannya tengah semerbak mewangi, berbagai informasi kegiatan pemikat genit di berita-berita media layar kaca, media sosial.

Sepertinya berita-berita seni politik lokal menuju pemilu 2019, masih genit berslogan, senantiasa “Nomor Satu dan Terpercaya” di tengah global culture tengah bergulir di modern democracy dunia. Kegenitan itu, tampaknya masih akan menjadi gaya kampanye pada visi dan misi partisan, menyongsong pemilu 2019.

Dunia menerbitkan demokrasi impor, di global peradaban, sementara casanova politik lokal, masih main air di kolam kecil, memercik wajah sendiri. Perkembangan demokrasi seni politik lokal, masih belum mampu berdaya guna kuat di seni politik global, pada kontekstual bilateral. Kelihatannya loh.

Jika tetap pada kaidah slogan kuno “Nomor Satu dan Terpercaya” tampaknya gaya dalam kalimat klise-isme semacam itu kurang bermanfaat, kurang mengandung komunikasi kreatif. Kalah dengan kekreatifan slogan iklan rokok, terus beredar di media-media, meski gerakan “Dilarang Merokok” terus dikumandangkan, di arena publik.

“Advertisers who ignore research are as dangerous as generals who ignore the signs of the enemy,“ kata David Ogilvy. Tokoh pebisnis periklanan dunia, ia selalu waspada, cermat dan teliti, percaya pada riset perilaku, watak dan gaya hidup publik.

Itu sebabnya, Ogilvy, selalu berusaha menghindari ‘ogah’ menyentuh kalimat “Nomor Satu dan Terpercaya” kalimat itu menunjukkan kelemahan kreatif, seakan tak memiliki validitas kekuatan riset. Fakta kekuatan produk untuk publik.

Kalimat “Nomor Satu dan Terpercaya” tersirat seakan bersifat memaksa, mirip intimidasi pada moral konsumen, seakan-akan memaksa untuk percaya. Mengapa konsumen harus percaya pada slogan “Nomor Satu dan Terpercaya.” Jika fakta produk belum terbukti.

Kerja dulu deh. Seperti contoh baik dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menegaskan bahwa kebijakannya menenggelamkan kapal para pencuri kekayaan laut Indonesia itu adalah amanat Undang-Undang (CNN Indonesia).

Gerakan kaum rakyat dapat menumbangkan sebuah kekuasaan dalam hitungan jam tanpa slogan “Nomor Satu atau Terpercaya” peristiwa dunia itu terjadi pada Presiden Mesir Hosni Mubarak, hanya lewat Twitter.

Hal serupa tapi tak sama, terjadi di periode 1998, gerakan "reformasi" di Indonesia melengserkan Soeharto. Dicatat sejarah, menjadi contoh baik perkembangan demokrasi modern di dunia dan negeri tercinta ini.

Namun setelah kejayaan itu, sayangnya seni politik lokal tercemar permainan beberapa oknum berwatak korupsi, menghambat pertumbuhan seni politik pemerintahan bersih, jujur dan adil bagi kemaslahatan bersama.

Jenis politik korup-isme itu sungguh tak berkualitas, bermuatan manipulatif-koruptif, terus mencoba berkelit dari kejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selalu mencoba ngumpet di gorong-gorong. Lihat fakta korupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi-KPK dan data valid Indonesia Corruption Watch (ICW).

Seakan negara tengah tak mampu membendung arus polusi kuota korupsi, itu sebabnya negara melahirkan KPK. Memberi tanda-tanda awal bangkitnya kekuatan negara untuk memberangus begundal koruptor.

Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi bagaikan wajah Sang Fajar, cerah memberi kekuatan baru bagi lembaga-lembaga penegak hukum di negeri tercinta ini.  

Meski KPK sangat bermanfaat dan tepat guna, namun KPK pada titik tertentu, masih harus sendiri menghadapi derasnya arus kuota korupsi, dari personal maupun kelompok di biro-biro negara bermain dalam air keruh.

Dukungan rakyat tetap kuat untuk KPK, seperti disaksikan bersama, KPK nyaris tersungkur menghadapi kasus “simulator SIM” dalam istilah  “cicak versus buaya” dan “century” akibat kelakuan durjana pialang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Juga dalam kasus E-KTP, bergulir ruwet bagai benang kusut. Meski akhirnya KPK tetap menang. Bravo KPK!

Boleh saja pebisnis tengah memasuki ranah seni politik, hal tersebut biasa terjadi di sistem demokrasi impor secara umum seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara maju di benua lain. Indonesia tampaknya tengah menghadapi pilihan dirinya. Hendak menuju kemana demokrasi impor itu di Indonesia?

Itu sebabnya. Demokrasi impor itu wajib tetap di bawah kontrol, kendali Pancasila tercinta.

Kenangan 1998, semoga tetap menjadi kekuatan untuk Indonesia Unit. Setia pada cita-cita suci Gerakan Mahasiswa ’98 - The Reform - Dari rakyat untuk rakyat dan untuk Pancasila tercinta.

Peta strategi di ranah politik lokal dalam barisan partisan menuju pemilu 2019. Semoga tidak berorientasi pada stigma “untung-rugi” siapapun pemenangnya menuju RI satu.

Sebuah harapan. “Gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo.” Seperti disampaikan  Panglima Tentara Nasional Indonesia, Marsekal, Hadi Tjahjanto, bersama Kepala Kepolisian Negara, Jenderal Tito Karnavian, di talk show ‘Mata Najwa’ beberapa waktu lalu. Salam Indonesia Unit. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER