Sidang Majelis Luar Biasa Kamboja (ECCC) menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap dua mantan pemimpin Khmer Merah atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Nuon Chea, mantan sekretaris deputi Partai Komunis Kampuchea, dan Khieu Samphan, mantan presiden Negara Demokratik Kamboja, dinyatakan bersalah atas dakwaan kejahatan kemanusiaan, pemusnahan, pembunuhan, penganiayaan politis dan aksi-aksi kejam lain seperti pemindahan paksa, penghilangan paksa dan pelanggaran kehormatan yang dilakukan di Kamboja dalam kurun 17 April 1975 sampai dengan Desember 1977.
“Majelis hakim berpendapat sebagai konsekuensi kejahatan para terdakwa, rakyat sipil dan sejumlah besar korban tambahan menderita kerugian yang tak terkira, termasuk penderitaan fisik, kerugian ekonomi, kehilangan kehormatan, trauma psikologis, dan kesedihan atas kehilangan anggota keluarga dan orang-orang terdekat,” kata salah seorang hakim dalam putusannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum penjatuhan hukuman terhadap kedua mantan pimpinan Kamboja ini hanya ada satu orang yang diadili untuk salah satu kekejaman terberat di abad 20 ini.
Kedua terdakwa berekspresi datar ketika putusan itu dibacakan. Sementara Victor Koppe, seorang anggota kuasa hukum Nuon Chea, menunjukkan tanda-tanda akan mengajukan banding atas tuduhan ini.
Nuon Chea (88) yang dikenal sebagai “Saudara Kedua” dan Khieu Samphan (83) yang dikenal sebagai “Saudara Keempat” ditahan pada 2007.
Persidangan Majelis Luar Biasa yang merupakan Pengadilan khusus yang didukung PBB ini diadakan di Phnom Penh.
PBB mendukung proses pengadilan terhadap para pemimpin Khmer Merah dan tokoh-tokoh terkait sejak 2006.
“Putusan yang sudah lama dinanti-nanti ini adalah sebuah langkah penting untuk keadilan para korban rezim Khmer Merah dan mengangkat pentingnya imunitas (kebebasan dari hukuman),” kata Direksi Deputi bagian Asia-Pasifik Amnesti Internasional Rupert Abbot.
Selain itu, Amnesti juga menyambut baik putusan sidang untuk mendukung 11 proyek rehabilitasi untuk para korban walaupun juga menyatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi kerugian mereka.
“Namun, penolakan yang sempat ditunjukkan aparat pemerintah senior Kamboja untuk memberikan bukti, dan juga dugaan gangguan politis dalam kasus ECCC lain, menjadi gangguan dan meningkatkan kekhawatiran soal keadilan proses dan hak para korban untuk mendengar kebenaran seutuhnya tentang kejahatan yang diduga,” kata Abbot.