KOLOM

Kekerasan Bersenjata Adalah Masalah Kita

CNN Indonesia
Selasa, 28 Okt 2014 17:20 WIB
Kekerasan senjata hampir dianggap lumrah di AS dan perlu dicegah dengan tanggung jawab penuh.
Untuk mengantisipasi kasus penembakan di AS, aturan kepemilikan senjata bisa menjadi salah satu cara. (Reuters/Jason Redmond )
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Catatan Editor: Eric Liu adalah pendiri 'Citizen University' dan penulis beberapa buku, termasuk 'A Chinaman's Chance' dan 'The Gardens of Democracy'. Ia adalah penulis pidato untuk Gedung Putih dan penasihat kebijakan untuk mantan Presiden Bill Clinton.

Seorang anak terbunuh di SMU Marysville, Washington, pada Jumat (24/10) karena pergi ke sekolah.

Ini bukan penembakan pertama di sekolah dan perguruan tinggi di Amerika sejak insiden Sandy Hook yang sulit dilupakan. Ada banyak penembakan yang terjadi peristiwa tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penembakan di SMU yang hanya berjarak selemparan batu dari rumah saya di Seattle itu menyisakan dua tragedi.

Tragedi pertama, yang paling mendalam, adalah tewasnya dua siswa, empat lainnya luka-luka. Orang tua, saudara, teman dan guru dari penembak dan para korban pun harus hidup dengan kesedihan mereka.

Tragedi kedua, ialah kenyataan bahwa kekerasan senjata -di sekolah, di tempat kerja dan di masyarakat- hampir dianggap biasa terjadi di Amerika.

Tragedi itu seharusnya tidak perlu terjadi.

Ini bukan sesuatu yang normal di negara beradab, karena Amerika memiliki lebih dari 30 ribu kasus kematian karena senjata api setiap tahunnya.

Ini bukan sesuatu yang normal di negara beradab, untuk mengharapkan guru-guru dan orang tua serta perespon pertama untuk mengantisipasi penembakan di sekolah mereka.

Ini bukan sesuatu yang normal di negara beradab, bahwa untuk mengatasi kekerasan akibat senjata api adalah dengan memberikan lebih banyak akses bagi masyarakat untuk membeli senjata.

Jadi pertanyaan harus kita jawab adalah: Apakah Amerika bangsa yang beradab?

Awal pekan ini, saya mendengarkan seorang koresponden BBC melaporkan kejadian penembakan di Ottawa, Ontario dan mengatakan: "Setiap adegan penembakan mengingatkan tentang Amerika", bukanlah sebuah pujian yang membanggakan.

Meskipun krisis Ebola membuat kita berhati-hati dalam menggunakan kata "epidemi," namun tidak berlebihan jika kata ini digunakan untuk Amerika Serikat yang mengalami epidemi kekerasan senjata selama bertahun-tahun.

Angka pembunuhan, pembunuhan berencana, bunuh diri dan kekerasan sangat mengejutkan. Jumlahnya, baik dalam hitungan sebenarnya maupun per kapita, berkali lipat lebih banyak ketimbang negara maju lainnya.

Yang menjadikan kasus ini sebagai epidemi adalah karena ini menular.

Semakin banyak penyebaran, akan disusul oleh semakin banyak penularan.

Jujur saja, kekerasan senjata yang terlalu sering lebih mematikan daripada Ebola untuk warga AS.

Jadi, apa yang akan kita lakukan untuk mengatasi kekerasan senjata yang menjelma jadi krisis kesehatan bagi masyarakat ini? Tentu saja kita harus kembali ke hukum dan norma-norma.

Banyak penentang aturan kepemilikan senjata yang menanggapi kematian di Marysville dan Sandy Hook dengan mengatakan bahwa hukum tertentu -seperti pemeriksaan latar belakang untuk pembelian senjata- tidak akan mencegah terjadinya tragedi tersebut.

Tapi ketika seseorang meninggal karena berkendara di atas batas kecepatan, kita tidak menyalahkan aturan kecepatan dan mengatakan jika aturan tersebut tidak berguna, karena kita menyadari bahwa aturan berkendara merupakan sistem yang mungkin dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas yang fatal.

Dengan cara yang persis sama, persyaratan pemeriksaan latar belakang saat membeli senjata kemungkinan akan mengurangi kasus orang mati akibat kekerasan senjata. 

Itu sebabnya di negara bagian Washington, saya dan warga negara lainnya berusaha untuk mencanangkan aturan tersebut dengan menyelenggarakan pemungutan suara. Contoh kasus di atas akan membuat orang berpikir bahwa alasan pencanganan ini masuk akal.

Tantangan pengesahan aturan pembelian senjata meliputi pembuatan undang-undang untuk penegakkan norma.

Orang tua, pemimpin agama, pengajar, pengusaha di Washington harus kompak untuk menjalankan aturan pengecekan latar belakang sebelum membeli senjata dengan bertanggung jawab.

Tanggung jawab yang dilakukan untuk meminimalkan bahaya kepemilikan senjata pembunuh massal. Tanggung jawab yang dilakukan akan mendorong budaya keselamatan, terutama untuk generasi muda kita.

Ketika pengunjung berjalan ke supermarket dengan senapan semi-otomatis tersampir di bahu mereka, ia tidak melaksanakan hak kepemilikan senjata dengan tanggung jawab.

Ia mencoba untuk mengintimidasi orang lain agar menghormati dan menghargai dirinya.

Ia berlebihan, mencari perhatian dan menolak pembatasan pada keinginannya.

Itu bukan sikap seorang warga negara. Itu sikap seorang seorang balita.

Kita adalah orang-orang yang bisa memutuskan apakah tindakan membawa senjata ke supermarket itu bisa disebut normal, menggelikan atau lebih baik daripada penembakan di sekolah.

Aturan seperti pemeriksaan latar belakang pembelian senjata dapat membantu kita bersatu dalam suara mengenai apa yang boleh dan tidak.

Karena pada akhirnya, bersama keluarga, teman-teman dan tetangga, kita harus segera memutuskan jenis peradaban apa yang kita harapkan di Amerika Serikat.

Seorang anak terbunuh di SMU Marysville, Washington, pada Jumat karena anak itu pergi berangkat ke sekolah.

Seseorang harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi lagi, dengan segala resiko dan tanggung jawab, orang itu adalah anda.

(sumber: CNN)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER