Colombo, CNN Indonesia -- Setidaknya 100 warga Sri Lanka dikabarkan tewas dan ratusan lainnya terjebak tanah longsor di Distrik Badulla, sebelah selatan negara tersebut pada Rabu, (29/10).
Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Penanggulangan Bencana, Mahinda Amaraweera yang berada di desa Haldummulla, 190 km dari ibu kota Colombo, kepada Reuters.
Amaraweera juga menyatakan proses evakuasi warga yang terjebak longsor saat ini tertunda karena cuaca buruk yang disertai hujan dan badai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada kemungkinan longsor susulan," kata Amaraweera melanjutkan.
Seperti diberitakan kantor berita Lankapuvath, hingga saat ini 300 hingga 500 orang dilaporkan hilang akibat longsor. Pradeep Kodipli dari Pusat Manajemen Bencana Sri Lanka menyatakan bencana longsor sepanjang 3km itu menghancurkan 150 rumah di sebelah selatan sebuah taman nasional.
Pusat Manajemen Bencana juga menemukan setidaknya delapan jenazah korban longsor.
Amaraweera menyatakan pihaknya telah memperingati warga desa yang terkena bencana longsor bahwa tempat tinggal mereka rawan longsor pada tahun 2005 dan 2001. Namun warga menolak untuk pindah.
Sementara para siswa yang seharian berada di sekolah yang jauh dari lokasi kejadian harus mendapati rumah mereka tinggal puing ketika mereka pulang sekolah.
"Saya berada di bawah reruntuhan sebelum dievakuasi. Ibu dan tante saya tewas," kata seorang korban kepada media setempat, seperti dikutip Reuters.
Sejak hujan lebat mulai turun pertengahan September lalu, telah terjadi beberapa bencana longsor yang mengakibatkan sejumlah jalan rusak parah di distrik Kandy, Nuwara Eliya dan Badulla. Namun, longsor sebelumnya tak sampai memakan korban. Terkait bencana ini, Presiden Mahinda Rajapaksa menulis dalam akun Twitter-nya, bahwa peralatan berat telah dikirim ke lokasi longsor untuk membantu proses evakuasi korban.
Korban longsor yang menempati lokasi kejadian sebagian besar keturunan suku Tamil India yang datang dari India Selatan untuk bekerja sebagai di perkebunan teh, karet dan kopi pada masa kolonial Inggris.