POLITIK AFRIKA BARAT

Presiden Burkina Faso Enggan 'Lengser'

CNN Indonesia
Kamis, 30 Okt 2014 16:42 WIB
Warga Burkina Faso melakukan aksi protes yang sudah dilakukan dua hari menuntut mundurnya Presiden Compaore yang akan mengubah konstitusi pemilu.
Presiden Compaore telah menduduki kursi pemerintahan selama empat periode berturut-turut. (Reuters/Joe Penney)
Ouagadougou, CNN Indonesia -- Memasuki hari kedua, ribuan demonstran memadati ibukota Burkina Faso, Afrika Barat, pada Rabu (30/10), untuk memprotes rencana Presiden Blaise Compaore yang ingin melakukan pemilihan ulang.

Dipelopori oleh serikat buruh, aksi protes tersebut menolak rencana Compaore yang ingin mengubah konstitusi demi memperpanjang kepemimpinannya di Burkina Faso. Demonstran juga memprotes tingginya biaya hidup dan sekolah swasta di negara tersebut.

Perselisihan politik di Burkina Faso telah jadi sorotan di kawasan Afrika Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak pemimpin negara lain segera ingin mengambil langkah, termasuk Benin, di mana ribuan demonstran memprotes penundaan pemilihan umum pada Rabu kemarin.

Compaore memperoleh kekuasaan setelah kudeta terjadi pada 1987 dan secara beruntun memenangkan empat kali pemilihan presiden di Burkina Faso.

Compaore diperkirakan akan lengser tahun depan ketika masa jabatannya habis. Namun ia merencanakan perubahan konstitusi yang memperbolehkan dirinya ikut kembali dalam ajang pemilihan umum presiden berikutnya.

Amerika Serikat ikut memprotes manuver politik Compaore itu.

Kementerian Luar Negeri AS mengatakan mereka khawatir dengan motivasi Compaore di balik pengajuan perubahan konstitusi itu.

Burkina Faso merupakan sekutu utama AS di Afrika Barat saat pertempuran melawan pemberontak jaringan Al-Qaidah yang beroperasi di area Sahel-Sahara.

Negara ini juga seringkali menjadi penengah dalam konflik regional.

Perancis yang memiliki pasukan khusus di Burkina Faso mengatakan pada Selasa (29/10) bahwa pihaknya mengharapkan Compaore mengikuti hukum Uni Afrika bukan malah membuat konstitusi baru.

Komoditas utama Compaore di industri kapas dan produksi emas telah melemah sejak aksi pembelotan tingkat tinggi di partainya dalam beberapa bulan terakhir sejak Campaore menyatakan rencananya.

Protes dari pihak militer pada 2011 menguatkan dugaan bahwa kerusuhan akan terjadi di salah satu negara termiskin di dunia ini.

Krisis politik mulai menyebar ke jalan-jalan pada Selasa dalam kampanye terkait perlawanan sipil yang didukung pihak oposisi.
Perubahan konstitusi dilakukan Presiden Burkina Faso agar terpilih kembali. (Reuters/Joe Penney)


"Segala proyek yang bertujuan memperbolehkan Blaise Compaore untuk memerintah seumur hidup merupakan ancaman serius bagi perdamaian dan kebebasan demokratis negara kami. Masa jabatan Compaore akan berakhir pada November 2015 dan ia harus melepaskan kepemimpinanya," ujar Chrysogone Zougmore, juru bicara penyelenggara aksi protes di Burkina Faso.

Majelis Nasional Burkina Faso akan membahas permasalahan ini pada Kamis (30/10), meskipun pemerintah menginginkan parlemen menerima referendum.

Beberapa kritikus menduga pada menit-menit terakhir pemerintah akan meloloskan rencana perubahan tersebut dengan mencari dukungan sebanyak 75 persen dari anggota parlemen, seperti yang diperbolehkan oleh hukum.

Minggu lalu pemerintah menerima dukungan dari partai besar yang memperbolehkan perubahan amandemen terjadi.

Pihak-pihak yang menentang rencana Compaore, mencoba untuk menghalangi pemungutan suara parlemen pada Kamis (30/10).

"Kami mendesak semua terlibat, termasuk pasukan keamanan Burkina Faso, untuk mengawal tanpa kekerasan dan membahas isu ini secara damai dan menyeluruh," kata pihak AS seperti dikutip Reuters.

Para diplomat khawatir bahwa, jika konsitusi berhasil diloloskan Compaore, perubahan konstitusi Burkina Faso akan mendorong para pemimpin lain yang ingin tetap berkuasa di tempat lain untuk mengikutinya.

Di negara tetangga Benin, setidaknya 5.000 pendukung oposisi turun ke jalan Cotonou dan menyerukan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang telah berulang kali tertunda sejak 2013.

"Kita perlu mengakhiri pelanggaran oleh Presiden Boni Yayi yang mengancam perdamaian masyarakat kita," kata Joseph Djogbenou, seorang pemimpin oposisi.

Pemerintah mengatakan belum mampu untuk mengadakan pemilihan karena kurangnya pemilih, sedangkan badan yang bertanggung jawab atas tugas ini mengatakan pemerintah belum mengucurkan dana yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pemilihan umum.

Para pengamat mengatakan penundaan pemilihan umum akan menunda kemunduran Yayi untuk mundur, setelah masa jabatan kedua dan terakhirnya akan berakhir pada tahun 2016.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER