Monrovia, CNN Indonesia -- Sekitar 160 tenaga relawan Tiongkok tiba di Liberia pada Sabtu (16/11). Mereka adalah staf yang akan mengelola klinik Ebola senilai US$ 41 juta, yang sepenuhnya akan dikelola personel dari Tiongkok.
Tiongkok, mitra dagang terbesar Afrika, datang untuk merespons krisis Ebola.
Pekan ini Tiongkok mengatakan akan mengirim 1000 personel untuk membantu memerangi wabah yang telah menewaskan lebih dari 5000 orang di Afrika Barat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang, Tiongkok adalah satu-satunya negara yang tidak hanya menyediakan pembangunan sebuah Unit Pengobatan Ebola, ETU, tetapi juga menjalankan dan mengelola seluruh operasinya,“ kata Duta Besar Tiongkok Zhang Yue kepada Reuters.
Amerika Serikat telah memberikan bantuan dalam bentuk uang dan tenaga lebih banyak dari negara lain untuk melawan wabah Ebola, namun bantuan AS itu didasarkan pada pembangunan klinik dan pelatihan bagi warga lokal untuk menjalakannya.
Zhang mengatakan tim baru di Liberia adalah tim yang terdiri dari dokter, perawat, teknisi dan insinyur.
"Mereka berpengalaman dalam SARS (sindrom pernapasan akut parah). Mereka sangat tahu area ini," katanya, mengacu pada penyakit menular SARS yang pertama kali diidentifikasi di Tiongkok pada 2002 dan menewaskan beberapa ratus orang di seluruh dunia.
Pada saat kedatangan, suhu para petugas kesehatan Tiongkok itu diukur dan mereka diharuskan mencuci tangan, ritual wajib yang diberlakukan di seluruh Liberia sebagai upaya untuk membendung Ebola.
Zhang mengatakan pendirian klinik di Liberia membuat kontribusi Tiongkok untuk memerangi Ebola menjadi US$ 122 juta.
Sebelum janji Tiongkok untuk mengirim 1000 personel, Kuba merupakan penyumbang tenaga medis terbesar dalam perang melawan Ebola.
Kedua negara akan melihat tim mereka bekerja sama bersama Amerika Serikat, yang memberikan banyak bantuan infrastruktur.