Jakarta, CNN Indonesia -- Australia menyatakan berhenti menerima para imigran yang mengurus pencarian suaka dari Indonesia, demi memutus aliran pendatang dari Asia Selatan dan Timur Tengah ke negara mereka.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison pada Selasa (17/11) yang menegaskan bahwa mereka tidak akan memberikan suaka kepada para imigran yang mendaftar di United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Indonesia sejak 1 Juli 2014.
Negara kanguru ini hanya akan menampung para pencari suaka yang mendaftar sebelum tanggal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Morrison mengungkapkan kebijakan ini diambil untuk memberhentikan para pencari suaka dari Pakistan, Iran dan Afghanistan ke Indonesia.
"Para penyelundup menyelundupkan orang-orang ke Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan tempat di Australia," ujar Morrison kepada Radio ABC pada Rabu (19/11) seperti dikutip dari Reuters.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene mengatakan pemerintah Indonesia akan terus mengawasi implementasi dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia tersebut.
"Pemerintah Indonesia tentu akan memonitor implikasi-implikasi dari kebijakan ini dan jika ada dampak dari implikasi ini yang merugikan kepentingan Indonesia, tentu kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan Indonesia," ujar Tene.
Pendekatan komprehensifTene menegaskan bahwa penanganan masalah pencari suaka tidak dapat dilakukan melalui pendekatan unilateral, tetapi lebih kepada pendekatan yang bersifat komprehensif dengan melibatkan negara asal, negara transit dan negara tujuan.
"Langkah-langkah pendekatan komprehensif ini mencakup pencegahan, deteksi dini dan perlindungan," ujar Tene.
Meskipun mayoritas para pencari suaka ini lebih disebabkan masalah ekonomi, Tene berpendapat, tidak sedikit dari mereka merupakan korban dari situasi di dalam negerinya.
"Kalau di luar mereka memiliki permasalahan lagi, mereka jadi korban lagi, jadi dua kali," ujar Tene menegaskan.
Menurut Tene, upaya perlindungan para pencari suaka juga penting, termasuk perlindungan dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan dari mereka, seperti penyelundupan manusia.
"Ini tentu harus ada proses hukum yang jelas sehingga pihak-pihak ini benar-benar dihukum," ujar Tene.
Meskipun Indonesia tidak termasuk ke dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait pengungsi tahun 1951, Tene menjelaskan bahwa secara umum Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip umum dari konvensi tersebut.
"Terutama yang terkait dengan pengusiran, pemulangan secara paksa maupun keharusan kerja sama dengan lembaga-lembaga PBB terkait," ujar Tene.
Oleh karena itu, Indonesia meminta kepada negara-negara kawasan untuk bekerja sama melaksanakan kewajiban masing-masing dalam menangani permasalahan pengungsi atau pencari suaka.
Seratus pencari suaka Australia dan Indonesia kembali melanjutkan kerja sama militer dan intelijen tiga bulan lalu setelah beberapa bulan sebelumnya hubungan kedua negara sempat tegang akibat kasus penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, istrinya dan pejabat tinggi Indonesia lain.
UNHCR mencatat sekitar 10.623 pencari suaka dan pengungsi di Indonesia menunggu penempatan sejak April lalu. Sementara sekitar 100 orang mendaftar setiap minggu di kantor UNHCR di Jakarta.
Morrison tidak mengatakan apakah isu ini dibahas dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Tony Abbott saat forum internasional pekan lalu, namun ia mengatakan Indonesia mempertimbangkan secara penuh keputusan ini sebelum dipublikasikan.
"Kami senang bekerja sama dengan Indonesia dengan cara apapun untuk mengurangi jumlah orang (pengungsi dan pencari suaka) di Indonesia, namun tidak dengan cara menarik lebih banyak orang agar datang ke Indonesia karena berpikir mereka akan mendapatkan visa ke Australia," ujar Morrison.