Beijing, CNN Indonesia -- Pihak berwenang Tiongkok mengadili seorang wartawan yang dituduh mengungkapkan rahasia negara pada Jumat (21/11).
Di hari yang sama, pengadilan juga menolak banding oleh seorang Uighur dikenai hukuman seumur hidup atas tuduhan separatisme yang telah memicu protes dari Barat.
Pengadilan tertutup untuk Gao Yu, 70, yang dituduh membeberkan rahasia negara ke pihak asing, dimulai pada Jumat pagi di pengadilan Beijing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gao, yang terkenal karena sering menulis artikel kritis terhadap pemerintah, menghadapi hukuman maksimum penjara seumur hidup.
Gao ditahan pada awal Mei dan dituduh membocorkan dokumen internal Partai Komunis Tiongkok. Pengacara Gao menolak untuk mengkonfirmasi ini.
Pada bulan Mei, televisi pemerintah menayangkan gambar dirinya membuat pengakuan. Pengacara Gao, Mo Shaoping, mengatakan kepada Reuters sebelum sidang, bahwa Gao dipaksa membuat pengakuan karena pemerintah telah mengancam akan menangkap anaknya.
Minta ditahan di BeijingDalam kasus terpisah, Ilham Tohti, pembela hak kaum Muslim Uighur, mendengar ia kehilangan kesempatan banding di sebuah pusat penahanan di wilayah Xinjiang.
Tohti, 44, seorang profesor ekonomi, dipenjara seumur hidup pada September setelah ditahan selama 10 bulan.
Ia telah berulang kali mengkritik pemerintah karena tidak memberikan hak otonomi lebih kepada Xinjiang dan yang Uighur.
Pengadilan di Xinjiang menolak mengabulkan banding Tohti dan mengatakan akan memberikan putusan dalam pernyataan tertulis, sebuah langkah yang menurut pengacara Tohti, Liu Xiaoyuan, adalah ilegal.
Tohti akan mengajukan banding atas putusan itu ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, kata pengacara Tohti yang lain, Li Fangping.
Tohti akan meminta pengadilan untuk memungkinkan dia menjalani hukumannya di Beijing, di mana istri dan anak-anaknya berada, menurut Li.
Pemerintah Presiden Xi Jinping telah menghukum dan menahan ratusan orang yang kritis atau menentang pemerintah. Kelompok hak asasi manusia menyebut tindakan Xi sebagai yang terburuk sejak pemberantasan gerakan pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989.
"Logika di balik semua ini adalah bahwa ada krisis yang semakin parah dan rezim merasa lebih tidak percaya diri,” kata Zhang Lifan, seorang komentator politik independen di Beijing.