Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok aktivis konservasi laut Sea Shepherd memprotes sekelompok nelayan Jepang yang menangkap lumba-lumba albino langka dan membunuh 11 lumba-lumba lainnya di teluk dangkal Jepang, Kamis (26/11).
Menurut Sea Shepherd, yang mengawasi perburuan lumba-lumba di wilayah tersebut, saat ini lumba-lumba albino tersebut berada di dalam sebuah kandang kecil sementara. Di sana ia dilatih untuk memakan ikan mati dan beradaptasi untuk berinteraksi dengan manusia.
Mereka berspekulasi bahwa jika lumba-lumba langka ini dijual untuk ditempatkan di penangkaran akan mencapai harga sekitar US$ 500 ribu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perburuan terhadap lumba-lumba yang dilakukan antara September dan Maret di Taiji, Jepang, ini telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun.
Kebanyakan lumba-lumba dibunuh untuk dijual dagingnya, sementara beberapa lumba-lumba lain dijual untuk ditempatkan di akuarium.
Warga lokal bertahan untuk berburu dengan alasan tradisi lama yang dipegang. Mereka menganggap perburuan ini sama dengan penyembelihan hewan lain untuk mendapatkan daging.
Namun, para pegiat mengatakan bahwa perburuan ini didorong oleh keserakahan manusia.
"Perburuan kejam ini adalah pembantaian yang dilakukan untuk mencari keuntungan, bukan budaya," ujar Melissa Sehgal, koordinator kampanye Sea Shepherd. "Lumba-lumba ini bukan milik Jepang, mereka berhak hidup di laut lepas."
Kelompok ini mengatakan bahwa 15 perut lumba-lumba telah disembelih di teluk Jepang sejak musim perburuan tahun ini dimulai, dengan jumlah sekitar 170 lumba-lumba yang telah dibunuh.
Kantor kota Taiji menolak untuk berkomentar mengenai laporan terbaru Sea Shepherd ini.
Sumber:
CNN