PENJARA GUANTANAMO

Proses Peradilan bagi Tahanan Guantanamo

CNN Indonesia
Selasa, 09 Des 2014 12:41 WIB
Penjara Teluk Guantanamo terkenal sebagai pusat penahanan tersangka teroris yang ditahan melalui proses pengadilan militer yang dinilai tak adil.
Penjara Teluk Guantanamo terkenal sebagai pusat penahanan tersangka teroris yang ditahan melalui proses pengadilan militer yang dinilai tak adil. (Getty Images/Joe Raedle)
Guantanamo, CNN Indonesia -- Penjara Guantanamo mulai digunakan sebagai pusat penahanan teroris dunia sejak kasus serangan 9/11 pada tahun 2001 silam. Saat itu, di bawah pemerintahan mantan presiden Amerika Serikat, George Bush, Guantanamo menjadi sebagai pusat penahanan tersangka pelaku serangan 9/11 yang ditahan tanpa melalui proses pengadilan federal AS.

Pada tahun 2006, mantan presiden Bush menandatangani undang-undang terkait komisi militer AS terhadap tersangka teroris, atau yang disebut juga dengan Militery Commission Act of 2006.

Undang-undang tersebut mengizinkan proses peradilan tersangka teroris dapat dilakukan oleh militer AS atas tuntutan pelanggaran perang atau war violations.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Presiden Barack Obama dilantik tahun 2009, Obama memerintahkan 13 tersangka teroris untuk melalui proses pengadilan federal sebelum dikirim ke Guantanamo.

Langkah Obama tersebut menimbulkan harapan bahwa Obama akan menghentikan pengadilan militer, sehingga para tahanan Guantanamo bisa mendapatkan hak mereka untuk menjalani proses pengadilan federal.

Tindakan ini juga memperkuat janji Obama yang dilontarkannya pada masa kampanye, yaitu menutup penjara Guantanamo.

Namun, pada Mei 2009, Obama mengumumkan bahwa dia berencana untuk terus menggunakan pengadilan militer untuk menuntut para tersangka yang dikenai tuntutan pelanggaran perang.

Obama juga menyatakan bahwa pengadilan militer dan federal merupakan dua opsi yang dapat dipilih untuk mengadili tersangka teroris.

Saat itu, Obama berjanji akan merubah aturan pengadilan militer.

Pada akhir 2009, Kongres AS meloloskan undang-undang terkait pengadilan militer, yaitu larangan menampilkan bukti yang didapat melalui penyiksaan.

Undang-undang tersebut juga melarang pengadilan militer untuk menampilkan kabar angin, atau rumor sebagai bukti.

Namun, bahkan dengan sejumlah perubahan ini, pengadilan militer tetap menerima bukti yang didapat melalui proses penyiksaan dan pemaksaan kepada para tersangka.

Pengadilan militer tetap dianggap tidak menerapkan standar kemandirian, keadilan, dan prosedur lain yang diterapkan di pengadilan federal.

Pada bulan November 2009, Jaksa Agung Eric Holder mengumumkan bahwa dia berencana untuk mengirim tertuduh pelaku serangan 9/11, yaitu Khalid Sheikh Mohammed dan empat tertuduh lainnya, untuk menjalani pengadilan federal di New York.

Holder juga mengumumkan bahwa lima tertuduh lainnya akan tetap diadili oleh pengadilan militer.

Namun, langkah itu gagal dilaksanakan akibat reaksi masyarakat yang mengecam keputusan yang dinilai diskriminatif tersebut.

Pemerintah AS justru memutuskan bahwa seluruh tertuduh teroris tersebut menjalani pengadilan militer.

Badan HAM internasional, Human Rights Watch mengecam keputusan tersebut dan menyatakan bahwa mengadili tertuduh teroris melalui pengadilan militer adalah kesalahan besar, mengingat prosedur dan standar yang diterapkan di pengadilan miter dinilai sangat tidak adil.

Pada Agustus 2014, hanya Abd al-Rahim al-Nashiri, Abd al-Hadi al-Irak dan lima orang yang dituduh merencanakan serangan 9/11 dijatuhi hukuman melalui proses peradilan. Sementara, sejumlah lainnya ditahan dengan pengadilan militer atau tanpa melalui proses peradilan sama sekali.

Baca juga:
Guantanamo: Dari Tanah Sewa ke Penjara
Di Uruguay, Mantan Tahanan Guantanamo Bisa Hidup Bebas
Senat AS Tolak Tutup Guantanamo
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER