Juba, CNN Indonesia -- Perang saudara sejak setahun lalu di Sudan Selatan telah membuat sekitar 1 juta anak-anak mengungsi dari rumah mereka, beberapa di antaranya bertahan hidup dengan hanya memakan akar teratai. Badan anak-anak PBB UNICEF mengatakan nasib anak Sudan Selatan akan semakin parah karena tahun depan negara itu diprediksi mengalami paceklik.
Menurut UNICEF pada Jumat (12/12) yang dikutip Reuters, sekitar 12 ribu dari anak-anak itu digunakan sebagai tentara untuk berperang, sementara sisanya rentan jadi korban kekerasan, pelecehan seksual dan eksploitasi.
"Situasi di lapangan mengerikan. Berkali-kali saya mendengar kolega yang telah bekerja di banyak situasi bencana mengatakan 'kami tidak pernah melihat sesuatu seburuk ini'," kata juru bicara UNICEF Doune Porter dari ibukota Juba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertempuran antara pemerintah dan pemberontak yang dimulai 15 Desember lalu telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang.
Sedikitnya 750 ribu anak tersingkir dari rumahnya dan lebih dari 320 ribu lainnya mengungsi ke negara tetangga. Sekitar 400 ribu di antara mereka berhenti sekolah dan jumlah malnutrisi meningkat dua kali lipat, seperti disampaikan UNICEF.
"Sudan Selatan hampir mengalami paceklik tahun ini. Sekarang kita di musim panen, tapi hasilnya sangat-sangat menurun dibanding tahun lalu," kata Porter.
Di salah satu wilayah pusat Sudan Selatan, ujar Porter, dia melihat sendiri anak-anak dan orang dewasa hanya bergantung hidup dengan memakan akar teratai. Akar itu dikeringkan lalu direbus, makanan yang tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk anak-anak.
Kebanyakan korban perang di Sudan Selatan berasal dari wilayah miskin di pinggiran negeri. Organisasi pemberi bantuan kesulitan mencapai wilayah itu karena baku tembak dan tidak adanya jalan yang bisa dilalui kendaraan.
Di Bentiu, wilayah utara Sudan Selatan, Porter mengatakan ada 40 ribu orang yang terpaksa hidup terendam di air banjir sedalam dengkul pada musim hujan karena lari dari peperangan.
"Para orang tua kadang terpaksa berdiri semalaman untuk menggendong anak-anak karena tidak ada tempat untuk menaruh mereka," ujar Porter.
UNICEF yang saat ini bertugas memberi bantuan di wilayah Jonglei dan Nil Atas, perlu tambahan dana sebesar US$166 juta untuk membiayai operasi pada 2015.