SERANGAN TALIBAN

Pakistan di Persimpangan Jalan soal Militansi

CNN Indonesia
Kamis, 18 Des 2014 05:39 WIB
Pemerintah dan militer Pakistan harus mengambil sikap terhadap kelompok militan yang sebagian ditolerir demi kepentingan keamanan negara dari negara tetangga.
Militer Pakistan melakukan serangnan ke Waziristan Utara, namun militer tetap membiarkan kelompok militan yang menyerang India dan Afghanistan. (Getty Images/John Moore)
Islamabad, CNN Indonesia -- Pembantaian lebih dari 130 murid sekolah Pakistan oleh anggota Taliban bersenjata merupakan pengingat yang mengerikan akan pernyataan Hilary Clinton kepada Islamabad pada 2011 bahwa "kalian tidak bisa memelihara ular di halaman belakang anda dan mengharapkan mereka hanya akan mengigit tetangga anda".

Kini, di saat Pakistan terpukul oleh insiden pembantaian di sekolah milik militer di kota Peshawar, akan muncul tekanan pada politisi dan jenderal yang sejak lama mentolerir kelompok militan yang dianggap sebagai aset strategis dalam persaingan dengan India dan perebutan pengaruh di Afghanistan.

"Terdapat sejumlah pemimpin nasional yang memaafkan Taliban," ujar Sherry Rehman, mantan utusan ke Washington dan politisi oposisi terkenal. "Rakyat harus berhenti bersikap diam dan bersatu akibat tragedi nasional ini".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemarahan atas pembunuhan begitu banyak anak ini tampaknya akan mengurangi simpati pada kelompok militan di negara dimana banyak orang mencurigai "perang melawan terorisme" pimpinan AS, dan mendorong militer untuk meningkatkan serangan ke daerah pegunungan di perbatasan Afghanistan yang menjadi tempat persembunyian kelompok militan.

Kepala staf militer Raheel Sharif pun telah mengisyarakatkan aksi balasan akan segera dilancarkan.

Pada Rabu (17/12) Mubasher Lucman, seorang pembawa acara televisi terkenal di negara itu mengunggah cuitan: "Waktu sudah habis. Perintahkan Kkpala AU untuk melancarkan pengeboman besar-besaran".

"Taliban mungkin mencoba mengendurkan aksi militer ini dengan mengisyaratkan bahwa akan ada korban jiwa dalam jumlah besar jika serangan serangan militer dilanjutkan, dan menciptakan tekanan publik agar militer menghentikan serangan itu," ujar Vali Nasr, dekan Sekolah Studi Internasional Universitas John Hopkins.

"Tetapi langkah mereka malah bisa berbalik," ujar Nasr.

Taliban Pakistan, yang tahun ini mulai pecah karena persaingan antar faksi, berbeda dengan Taliban Afghanistan.

Tetapi kedua kelompok ini terkait dan memiliki tujuan yang sama yaitu menyingkirkan pemerintah negara masing-masing dan mendirikan negara Islam di wilayah.

Tekanan Pada Pemerintah

Meningkatkan serangan pada Taliban Pakistan bisa juga meliputi "pengejaran" militer Pakistan melewati garis perbatasan dengan Afghanistan yang menjadi tempat persembunyian sejumlah besar militan Pakistan.

Hal ini bisa merusak perbaikan hungan antara Islamabad dan Kabul yang baru-baru ini terjadi.

Koran Dawn Pakistan mengutip satu sumber yang mengatakan bahwa penyerangan sekolah ini dilakukan atas perintah atasan mereka yang berada di Afghanistan.
Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menghadapi tekanan untuk bertindak tetapi militer memandang militan penting untuk menghadapi India dan berebut pengaruh di Afghanistan. (Reuters/iranjan Shrestha/Pool)
"Sejak lama mereka telah meminta pemerintah Afghanistan mengambil tindakan terhadap kelompok itu…Pakistan kemungkinan tidak punya pilihan - serangan brutal ini harus dibalas," ujar Saifullah Mehsud, kepala Pusat Penelitian FATA di Islamabad.

Meski ada risiko ini, kemarahan masyarakat berarti militer memiliki kebebasan untuk menyerang Taliban, mengukuhkan kekuatanya atas pemerintah yang mencoba melakukan perundingan perdamaian dengan milisi yang tidak kunjung membuahkan hasil dan mendukung setengah hati serangan militer.

Pemerintahan sipil Pakistan memang sudah lemah karena aksi demonstrasi yang dipimpin oleh para pemimpin oposisi yang menuntut pengundurang Perdana Menteri Nawaz Sharif.

Sekarang, pemerintah pun ditekan untuk sejalan dengan militer.

"Para pemimpin politik Pakistan harus mengambil keputusan jelas untuk memerangi Taliban, bukan setengah-setengah," ujar Bruce Riedel, mantan anggota Senior dan pejabat kontra-terorisme Gedung Putih.

"Beban berada di pundak Perdana Menteri Sharif karena dia harus membuktikan bisa mempersatukan negaranya dalam upaya melindung anak-anak di Pakistan," ujarnya.

Selama bertahun-tahun Pakistan memelihara kelompok militan karena yakin mereka akan menjadi pejuang yang bisa diandalkan jika terjadi perang dengan militer India yang lebih beras.
Militer Pakistan diperkirakan akan tetap mentolerir kelompok-kelompok militan yang melakukan serangan di India dan Pakistan. (Pakistan/Zohra Behemra)
Tetapi beberapa faksi militan berbalik melawan pemerintah setelah Islamabad bergabung dengan aksi militer melawan militansi pimpinan Amerika Serikat yang dicanangkan setelah serangan 11 September 2001.

Bahkan jikapun militer dan pemerintah bersatu karena kepentingan bersama untuk memukul balik dan meningkatkan keamanan di kota-kota Pakistan, militer dan badan intelijennya yang kuat kemungkinan besar akan bertahan pada anggapan Taliban "yang baik".

Seorang pejabat India, yang selama bertahun-tahun menyusun kebijakan New Delhi di wilayah, mengatakan dengan penarikan tentara NATO dari Afhanistan, militer Pakistan tidak akan mengganggu jaringan Haqqani yang melakukan serangan di dalam wilayah Afghanistan dari Pakistan dan Lashkar e-Taiba yang berjuang di wilayah Kashmir India.

"Militer Pakistan mematuhi doktrin lama untuk membedakan kelompok teroris yang melakukan perlawanan terhadap mereka dan kelompok yang beraksi sebagai perantaranya baik itu di Afghanistan atau India," ujar Vivek Katju, mantan duta besar India untuk Afghanistan.

"Pakistan tidak bisa berkepala dua, mereka harus menentukan sikap," tulisnya di harian Economis Times, India.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER