Washington, D.C, CNN Indonesia -- Gedung Putih tidak menampik kemungkinan kunjungan Presiden Kuba Raul Castro ke Gedung Putih di Washington, sebagai bagian dari rencana Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk memulihkan hubungan dengan Havana.
"Saya tidak menampik kemungkinan kunjungan dari Presiden Castro," kata juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest kepada Reuters, Kamis (18/12), sehari setelah AS dan Kuba mengumumkan membuka kembali hubungan diplomatik yang diputus lebih dari 50 tahun lalu.
Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Negara Barat Roberta Jacobson, yang diperkirakan akan mengunjungi Kuba pada bulan Januari, menyatakan hubungan baru kedua negara tidak secara langsung terkait dengan kemajuan hak asasi manusia di Kuba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden (Obama) telah dikunjungi sejumlah pemimpin negara lain, seperti Myanmar dan Tiongkok," kata Jacobson.
Jacobson menilai, dengan bertemu para pemimpin dunia, Amerika Serikat dapat lebih menyebarkan pentingnya penegakan HAM secara universal.
Meskipun begitu, sejumlah politisi Partai Republik dan Demokrat menyatakan akan melawan upaya Obama untuk memperluas hubungan komersial dengan Kuba. Namun, Earnest menolak berkomentar tentang kemungkinan Kongres akan menghalangi upaya presiden tersebut.
"Langkah yang dilakukan presiden adalah langkah yang baik dalam kewenangan eksekutifnya," kata Earnest
Parap pengamat mengatakan Presiden Obama memiliki kekuasaan eksekutif yang luas untuk mengurangi embargo pada sektor perdagangan, transportasi dan perbankan dengan Havana, bahkan jika Kongres keberatan akan kebijakan tersebut.
Embargo yang telah diterapkan selama puluhan tahun memang telah menjadi hambatan terbesar bagi normalisasi hubungan antara kedua negara.
Dengan dikuasainya kedua majelis Kongres oleh Partai Republik pada Januari mendatang, kecil kemungkinan embargo akan dihentikan seluruhnya.
Embargo antara kedua negara tercantum dalam undang-undang Helms - Burton Act tahun 1996. Pemimpin Republik mengatakan mereka tidak akan membiarkan undang-undang mempermudah penghapusan embargo.
Sejumlah anggota dari faksi Partai Republik di Kongres berupaya memperlambat proses normalisasi dengan menolak anggaran dana untuk membuka kembali kedutaan besar AS di Havana dan menolak penunjukkan duta besar AS untuk Kuba.