Caracas, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata Venezuela pada Senin (29/12) membantah bahwa toko es krim yang populer di negara itu tutup karena kurangnya susu.
Ini adalah kabar unik terbaru dalam perdebatan di negara itu soal siapa yang harus disalahkan terkait krisis ekonomi.
"Ini salah," ujar cuitan Kementerian itu setelah toko Coromoto, yang memegang rekor dunia Guinness untuk 863 rasa es krim yang berbeda, mengumumkan tokonya tutup selama liburan Natal karena kekurangan susu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah artikel di situs kementerian itu mengatakan pemilik Coromoto dari Portugis sedang berlibur di tanah airnya, sementara toko es krim lain di kota Merida, sebelah barat Venezuela, di mana toko Coromoto berada, bisa memperoleh susu dan beroperasi secara normal.
"Manuel da Silva adalah seorang pendukung oposisi, ia memiliki hak untuk itu, kecuali bahwa dia berbohong dan tindakannya direncanakan, melalui media, sebagai bagian dari perang melawan pemerintah saat ini," kata artikel tersebut.
Meskipun skala kontroversi soal toko es krim ini kecil, namun urusan es krim telah menunjukkan bagaimana politik polarisasi Venezuela telah meresap ke dalam banyak bidang kehidupan warganya.
Pengumuman penutupan Coromoto dilihat sebagai simbol yang menceritakan apa yang mereka lihat sebagai kegagalan ekonomi Presiden Nicolas Maduro.
Maduro mengatakan musuh, yang merupakan perpanjangan tangan Amerika Serikat dan media asing, membesar-besarkan dan membuat masalah.
Da Silva tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Venezuela telah menderita kekurangan sepanjang tahun di tengah perlambatan ekonomi, inflasi tertinggi di Amerika dan pembatasan mata uang asing untuk bisnis.
Para pemimpin oposisi mengatakan 15 tahun kebijakan sosialis, yang dimulai sejak pendahulu Maduro, Hugo Chavez, yang harus disalahkan, sementara pemerintah mengatakan musuh-musuhnya merusak ekonomi dengan sabotase dan spekulasi.
Merosotnya harga minyak akhir 2014, telah memperburuk masalah ekonomi Venezuela padahal minyak menyumbang 96 persen dari pendapatan devisa negara.