Brussels, CNN Indonesia -- Ketika melakukan tugas peliputan, wartawan kerap kali merupakan target pembunuhan maupun korban insiden bom dan penembakan. Federasi Wartawan Internasional, atau IFJ, mencatat, jumlah wartawan yang tewas akibat serangkaian insiden tersebut mencapai 118 jiwa.
Angka tersebut belum termasuk 17 wartawan lainnya yang tewas dalam kecelakaan atau bencana alam saat bertugas,
Menurut data IFJ, organisasi wartawan terbesar di dunia yang berbasis di Brussels, Pakistan adalah negara yang paling berbahaya bagi media, dengan 14 wartawan tercatat tewas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Pakistan, Suriah merupakan negara paling berbahaya kedua, dengan jumlah catatan kematian wartawan mencapai 12 orang di masing-masing negara.
Sembilan pembunuhan tercatat terjadi di Afghanistan dan Palestina. Sementara baik di Irak dan Ukraina, sebanyak delapan wartawan tewas di masing-masing negara tersebut.
Dalam catatan IFJ, di antara wartawan yang tewas, terdapat nama wartawan asal Amerika Serikat, James Foley dan Steven Sotloff. Keduanya adalah korban eksekusi pemenggalan kepala yang dilakukan, direkam, dan diunggah ke internet oleh kelompok militan ISIS di Suriah dan Irak.
IFJ mencatat, tingginya angka kematian bagi wartawan pada tahun ini merupakan pengingat besarnya ancaman bagi wartawan, dan menghimbau pemerintah di sejumlah negara untuk memprioritaskan perlindungan terhadap awak media.
"Ini saatnya untuk bertindak dalam menghadapi ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada wartawan. Kini, wartawan tak hanya dibunuh karena alasan untuk membungkam informasi, tetapi juga menjadi sandera untuk kepentingan politik maupun uang tebusan," kata Presiden IFJ, Jim Boumelha, seperti ditulis Reuters, Selasa (30/12).
Boumelha mencatat akibat tingginya tingkat kematian bagi wartawan, membuat sejumlah perusahaan media enggan mengirimkan wartawan mereka ke daerah konflik. Akibatnya, banyak media membuat berita dengan hanya mengandalkan warga lokal sebagai saksi, atau asupan berita dari kontibutor setempat.
"Kegagalan untuk meningkatkan keselamatan awak media yang akan berdampak negatif terhadap cakupan berita tentang konflik atau perang akibat kurangnya saksi independen," kata Boumelha.