Washington, D.C, CNN Indonesia -- Program pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal dengan istilah drone yang dioperasikan oleh Badan Proteksi Perbatasan Amerika Serikat, atau CBP dinilai tidak berpengaruh signifikan dalam membendung membanjirnya imigran ilegal. Program drone ini juga dinilai tidak sebanding dengan nilai biaya yang terbilang mahal.
Inspektur Jenderal Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, John Roth menyarankan agar CBP mengalihkan dana untuk program drone sebesar US$443 juta untuk program lain yang lebih berguna.
"Meskipun merupakan investasi yang signifikan, hingga saat ini belum ada bukti kontribusi drone untuk menjadikan wilayah perbatasan lebih aman, dan tidak ada alasan untuk menginvestasikan dana tambahan dari pembayar pajak untuk saat ini," kata Roth dalam pernyataan resmi, seperti ditulis Reuters, Selasa (6/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor audit Inspektur Jenderal menemukan bahwa CBP tidak memiliki cara yang dapat diandalkan untuk mengukur kinerja program drone di perbatasan yang diluncurkan sejak 2012.
Menurut data, program pengawasan melalui drone hanya membantu menangkap kurang dari 2 persen dari total imigran yang memasuki wilayah AS secara ilegal.
Sementara Kantor CBP Bagian Udara dan Laut menghitung biaya operasi pesawat tak berawak ini mencapai US$ 2.468 per jam
Angka tersebut berbeda jauh dengan temuan kantor audit yang menyatakan mengoperasikan drone memerlukan biaya hingga US$ 12.255 per jam.
Kantor audit menilai perhitungan biaya pengoperasian drone dari CBP tidak termasuk biaya untuk gaji operator dan perawatan peralatan.
Laporan tersebut juga menggarisbawahi laporan CBP yang menyatakan drone mengawasi perbatasan barat daya, yaitu dari Texas ke California. Namun di lapangan, cakupan drone hanya terbatas pada 160 km di wilayah Arizona dan 110 km di Texas.
Drone juga sering kali tidak beroperasi ketika cuaca buruk, dengan hanya 22 persen dari total jam terbang yang ditentukan.
Audit ini ditolak mentah oleh juru bicara CBP, Carlos Lazo.
"Kami tidak setuju dengan laporan yang tidak secara akurat menggambarkan efektivitas program drone," kata Lazo.
Meskipun demikian, Lazo menyatakan CBP tidak akan memperluas program drone ini, dengan hanya 10 drone yang dioperasikan hingga saat ini.
November lalu, Presiden AS, Barack Obama, mengumumkan RUU imigrasi yang dinilai menguntungkan sekitar 4,7 juta imigran yang terancam dideportasi dari AS karena tak memiliki dokumen yang sah.
Sebagian besar dari 11 juta imigran gelap di Amerika Serikat berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah.
Langkah Obama tersebut ditentang 17 negara bagian AS yang menilai Obama telah melanggar batasan konstitusional pada kekuasaan presiden ketika mengumumkan reformasi imigrasi tersebut.
(ama)