VIRUS EBOLA

Obat Ebola Mulai Diuji Coba di Afrika Barat

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 07 Jan 2015 03:01 WIB
Badan amal medis, Medecins Sans Frontieres mengungkapkan mereka telah memulai uji coba obat Ebola, brincidofovir pada pasien di Liberia dan Guinea.
Hasil uji coba dengan obat Ebola, brincidofovir diharapkan dapat menunjukkan hasil pada sekitar bulan Februari. Sementara obat favipiravir diharapkan memberikan hasil positif pada akhir Maret mendatang. (Ilustrasi/Getty Images/George Frey/)
Monrovia, CNN Indonesia -- Badan amal medis, Medecins Sans Frontieres mengungkapkan mereka telah memulai uji coba obat Ebola yang belum teruji, brincidofovir pada pasien Ebola di Liberia dan Guinea untuk pertama kalinya pada Selasa (6/1). Langkah ini dilakukan dalam upaya untuk mengendalikan epidemi virus Ebola yang telah menewaskan lebih dari 8.000 orang di wilayah Afrika Barat.

Badan Kesehatan Dunia, WHO, memberikan persetujuan untuk memulai percobaan obat tersebut pada pasien Ebola Afrika Barat pada bulan Agustus lalu, namun dibutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan uji coba dan mendapatkan pasokan obat terbatas ke negara-negara pandemi tersebut.

Medecins Sans Frontieres mengatakan mulai memberikan brincidofovir, yang dikembangkan oleh Chimerix Inc yang berbasis di Carolina Utara, kepada pasien Ebola yang terinfeksi pada bulan ini di pusat medis Elwa 3 di Monrovia, ibukota Liberia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dr Jake Dunning dari Oxford University, yang memimpin uji coba tersebut, mengatakan obat antivirus ini telah dinyatakan efektif untuk menghentikan sel yang terinfeksi Ebola dalam uji laboratorium.

"Kita belum tahu apakah akan efektif terhadap sel yang terinfeksi Ebola dalam tubuh manusia. Inilah alasan kita harus melakukan uji coba," katanya.

Sementara di Guinea, uji coba obat eksperimental Jepang telah dimulai di dua pusat pengobatan Ebola, yaitu Gueckedou dan Nzerekore.

Obat Avigan, atau favipiravir, dikembangkan oleh Toyama Kimia, anak perusahaan Fujifilm Jepang. Obat ini diciptakan sebagai untuk mengatasi penyakit flu.

Obat ini terbukti efektif ketika diberikan kepada seorang dokter Kuba yang terjangkit virus Ebola dan
dirawat di rumah sakit di Swiss pada Desember lalu. Dokter tersebut berhasil selamat.

Johnson & Johnson juga mengumumkan dimulainya uji klinis dengan vaksin eksperimental ketiga pada Selasa (6/1).

Para relawan dari Inggris dan Swiss telah diberikan uji coba vaksin Ebola untuk meningkatkan sistem kekebalan imun mereka terhadap virus mematikan ini.

Para pekerja medis di negara pandemi Ebola juga kerap ditawari pengobatan eksperimental.

Isabelle Defourny, dari badan amal medis Alliance for International Medical Action yang beroperasi pusat pengobatan Nzerekore berharap pengobatan akan membantu menurunkan tingkat kematian hingga sekitar 60 persen .

"Tingkat kematian yang tinggi mempersulit untuk membendung epidemi ini, sebagian besar dikarenakan pasien enggan mendatangi pusat pengobatan," kata Defourny.

Virus Ebola yang sebelumnya hanya diketahui menyerang hewan ini pertama kali menular ke manusia melalui buah yang telah dimakan kelelawar yang terinfeksi.

Virus yang dinamai dari Sungai Ebola, lokasi di mana virus ini pertama kali diidentifikasi, menyerang manusia pada 1976.

Hasil uji coba dengan brincidofovir diharapkan dapat menunjukkan hasil pada sekitar bulan Februari. Sementara obat favipiravir diharapkan memberikan hasil positif pada akhir Maret mendatang.

Hingga saat ini, belum diketahui apakah kedua obat akan diujicobakan juga di Sierra Leone, negara dengan jumlah kasus Ebola tertinggi. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER