Berlin/Paris, CNN Indonesia -- Perancis dan Jerman mengambil risiko yang terkoordinasi dan terkendali dengan mengungkap kemungkinan Yunani keluar dari zona euro.
Kedua negara ini berharap langkah ini bisa mencegah kemenangan kubu sayap kiri dalam pemilihan umum Yunani pada 25 Januari mendatang.
Micheal Huether, kepala institut ekonomi IW di Jerman, mengatakan tujuannya adalah memperlihatkan bahwa negara-negara anggota zona euro “tidak terpengaruh tanpa kehadiran Yunani, tetapi Yunani tidak bisa berfungsi tanpa Eropa”, dan memperingatkan bahwa partai Syriza yang berhaluan kiri akan membawa bencana pada perekonomian Yunani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Syriza Alexis Tsipara, yang kini memimpin jajak pendapat menjelang pemilu, menegaskan ingin mengeluarkan Yunani dari zona euro.
Akan tetapi, dia berjanji untuk mengakhiri kebijakan penghematan yang diterapkan oleh para kreditor berdasarkan kesepakatan penyelamatan ekonomi negara itu, dan agar sebagian dari pinjaman sebesar 250 miliar euro dari Uni Eropa dan IMF dihapuskan.
Risikonya adalah dua negara terbesar Uni Eropa ini dipandang oleh Yunani ikut campur dan mengancam mereka, sehingga akan muncul reaksi negatif setelah terjadi resesi selama enam tahun yang menyebabkan ekonomi negara itu turun 20 persen dan satu dari empat orang kehilangan pekerjaan.
Pada Senin (5/1) Presiden Perancis Francois Hollande mengatakan terserah kepada warga Yunani untuk tetap mempergunakan mata uang bersama Eropa itu atau tidak, sementara satu majalah Jerman melaporkan bahwa Berlin tidak lagi takut “
Grexit” akan membahayakan seluruh zona euro.
Juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel tidak secara tegas membantah laporan “
Der Spiegel” itu, tetapi mengatakan: “Tujuannya adadalah menstabilkan zona euro dengan seluruh anggotanya termasuk Yunani. Tidak ada perubahan dalam pandangan kami.”
Merkel dan Hollande berkomunikasi melalui sambungan telepon saat liburan musim dingin dan akan bertemu di Strasbourg dengan Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz pada Minggu (11/1).
Dan sumber di pemerintahan Perancis menegaskan pertemuan itu bukan pembicaraan darurat mengenai Yunani.
Sumber ini mengatakan jika Perdana Menteri Antonis Samaras, yang berhaluan kanan tengah, kalah dalam pemilu, masalah sebenarnya adalah bagaimana pemerintah pimpinan Syriza berupaya menjadwal ulang hutang Yunani, bukan keanggotaannya di zona euro.
 Ketua partai koalisi bekas komunis dan kubu kiri Alexis Tsipara bertekad untuk mengeluarkan Yunani dari zona euro untuk membangun perekonomian negara itu. (Reuters/Alkis Konstantinidis) |
Paris dan Berlin telah menegaskan bahwa pemerintah baru di Yunani harus menghormati kewajiban negara itu membayar pinjaman yang diterima sejak 2010.
Dalam sastu artikel di
Huffington Post, Tsipras menuduh kubu konservatif Jerman menyebarkan “cerita ibu-ibu”, dengan menyebut secara khusus nama Menteri Keuangan Wofgang Schaeuble.
Partai Syriza, satu koalisi antara kelompok bekas komunis dan kelompok kiri, “bukan raksasa, atau ancaman besar bagi Eropa, tetapi suara jujur,” tulisnya.
Janji Syriza untuk mencabut potongan pada uang pension pokok dan upah minimum mendapat simpati dari sejumlah warga di Perancis dan Italia, dimana pemerintah berhaluan kiri tengah berupaya mendapat kelonggaran fiskal dari Uni Eropa untuk bisa mendorong pertumbuhan.
“Warga Yunani bisa memilih siapapun, dan apapun hasil pemilu komitmen Yunani kepada Eropa harus dihormati,” ujar Laurent Fabius, menteri luar negeri Perancis, pada Selasa (6/1).
Menteri Perekonomian Jerman Sigmar Gabriel, ketua partai Sosial Demokrat yang berhaluan kiri tengah, menyuarakan pesan yang sama.
Lebih SiapSecara pribadi para pejabat Uni Eropa, Jerman dan Perancis, mengatakan bahwa zona euro kini lebih siap menghadapi kemungkinan Yunani keluar dibandingkan pemilu 2012.
Wilayah mata yang euro yang berjumlah 19 negara ini sekarang memiliki dana bantuan permanen dan elemen-elemen perbankannya, dan bank-bank Eropa tidak lagi terpengaruh dengan situasi di Yunani.
Reaksi pasar hutang sejak keputusan Samaras memajukan pemilu presiden bulan lalu yang gagal sehingga harus dilaksanakan pemilu dadakan pada Januari, memperlihatkan bahwa para investor melihat risikonya secara luas terbatas hanya pada Yunani, dan bukan pada seluruh zona euro.
 Perdana Menteri Antonis Samaras terancam kalah dengan partai oposisi yang menawarkan kebijakan populis di negara yang dilanda krisis ekonomi ini. (Reuters/Alkis Konstantinidis) |
Sejumlah politisi Jerman menyampaikan pesan itu dengan lebih terbuka.
“Periode kita harus menyelamatkan Yunani sudah berakhir,” ujar Michael Fuchs, wakil ketua parlemen Jerman.
“Tidak ada lagi pemerasan secara politik. Yunani tidak lagi penting secara sistemik bagi euro.”
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker lebih berterus terang dengan peringatan keras dan tidak biasa agar warga Yunani tidak memilih cara “ekstrimis” yang “salah”.
Tetapi sejumlah kecil politisi dan pengamat di Paris dan Berlin mempertanyakan kebijakan membicarakan kemungkinan “
Grexit”, karena langkah itu bisa berdampak negatif secara politik dan finansial.
Perdana Menteri Bavaria Horst Seehofer, seorang sekutu Merkel, mengatakan kepada koran Die Welt: “Kita tidak boleh bersikap seperti seorang kepala sekolah dalam pemilu Yunani.” Langkah ini bisa mendorong hasil yang tidak diinginkan.
Kekhawatiran terkait Yunani keluar dari zona euro membuat harga-harga saham di Eropa dan nilai tukar euro anjlok dalam beberapa hari ini.
(yns)