Paris, CNN Indonesia -- Pasca serangan teror di Perancis pada 7-9 Januari lalu, sentimen anti-Islam di negara tersebut dikabarkan melonjak hingga 110 persen. Dilansir Russia Today pada Selasa (20/1), persentase tersebut lebih dari dua kali lipat angka sentimen pada Januari 2014 lalu.
Merujuk pada data The National Observatory Against Islamophobia, NOAI, ada ratusan laporan insiden yang masuk ke kepolisian sejak penyerangan Paris terjadi, dengan 28 serangan di tempat beribadah dan 88 ancaman lain.
Memberikan komentar terkait hasil temuan ini, Presiden NOAI Abdulah Zekri, berkata, "Situasi ini tidak dapat diterima dan kami meminta pihak berwenang untuk menghentikan pidato yang memojokkan dan mengakhiri semua masalah ini."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkembangnya sentimen ini akhirnya menciptakan kegelisahan di tengah warga Muslim di Perancis. Seorang warga Muslim Perancis asal Tunisia, Mourad Ben Azizi, mengutarakan keresahannya.
"Bagaimana Muslim dapat menjalani hidup dengan normal di sebuah negara di mana mereka diyakini merupakan dalang di balik semua kekerasan dan serangan di Perancis?" katanya seperti dilaporkan kantor berita Xinhua.
Usaha untuk melepaskan diri dari stigma kekerasan sebenarnya telah digencarkan oleh warga Muslim di Perancis sebelumnya. Pada 18 Desember lalu, Federasi Muslim Perancis turun ke jalan sebagai tanda protes atas generalisasi kekerasan umat Muslim.
"Hari ini, kami merasa ada lebih dan lebih lagi perkembangan Islamofobia yang meresahkan kami. Ada lebih banyak dan lebih banyak lagi tempat ibadah yang diserang. Anak perempuan dan wanita yang mengenakan cadar dan yang tidak mengenakan juga diserang dan ada kebisuan dari politikus," ujar pemimpin Federasi Muslim Perancis dalam orasinya.
Kendati mengalami kegundahan, seorang imam dari Sevran, Abdelrahim Braihim, mengaku umat Muslim di Perancis menaruh kepercayaan pada pemerintah. "Kami percaya pemerintah Perancis melakukan segalanya untuk perdamaian," ucapnya.
Pernyataan Braihim itu terbukti dengan usaha pemerintah Perancis untuk melarang rencana pawai anti-Islam pada Minggu (18/1) lalu. Mereka percaya aksi ini akan meningkatkan kebencian publik jika dibiarkan.
Christine Tasin, seorang anggota kelompok sayap kanan Riposte Laique yang menggagas pawai ini mengatakan, "(Kami) tidak ingin teroris dan jihadis menjadi tetangga kami."
Melihat rangkaian aksi-reaksi ini, Presiden Perancis, Francois Hollande, mencoba untuk menjernihkan suasana. Menurutnya, tidak semua umat Muslim pantas dilabeli militan. "Muslim adalah korban utama dari terorisme," ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Sebanyak 10 ribu tentara sudah disiagakan di seluruh Perancis untuk meredakan ketakutan warga Muslim dan Yahudi, terutama untuk menjaga masjid-masjid dan sinagoga.