Sebanyak 125 Napi AS Dibebaskan Karena Tak Bersalah

Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 27 Jan 2015 12:42 WIB
Jumlah narapidana di AS yang dibebaskan karena ternyata tidak bersalah dalam kasus kejahatan mereka mencapai angka tertinggi pada 2014 yaitu 125 orang.
Kantor kejaksaan AS kini memandang upaya mengkaji ulang kasus-kasus yang menimbulkan tanda tanya sebagai upaya positif untuk mencari kebenaran secara hukum. (Ilustrasi/Getty Images/Darrin Klimek)
Chicago, CNN Indonesia -- Angka narapidana yang dibebaskan dari tuduhan pada 2014 mencapai rekor tertinggi sebanyak 125 orang, sebagian karena jaksa penuntut mengakui telah melakukan kesalahan dalam proses peradilan.

Laporan dari Fakultas Hukum Universitas Michigan menyebutkan bahwa negara bagian dengan jumlah pembebasan narapidana dari tuduhan tertinggi pada tahun lalu adalah Texas, New York dan Illinois.

Badan Nasional Pencatatan Pembebasan Narapidana dari Tuduhan untuk pertama kali mencatat angka ini di atas seratus dalam satu tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukti-bukti yang membebaskan para narapidana itu meliputi DNA yang mengkaitkan orang lain dalam kejahatan itu dan bukti saksi berbohong di pengadilan.

Dalam satu kasus, Ricky Jackson dari Ohio, dipenjara selama 39 tahun dalam kasus pembunuhan dan ini membuatnya menjadi narapidana yang paling lama dipenjara sebelum dibebaskan dari segala tuduhan.

Dia dibebaskan pada November lalu setelah seorang saksi mengatakan dia sebenarnya tidak melihat kejahatan itu terjadi.

Dari jumlah total pembebasan narapidana pada 2014, lebih dari setengah dilakukan karena inisiatif atau kerjasama penegak hukum, dan ini angka tertinggi dalam satu tahun.

Sebagian dari kegiatan ini adalah hasir kerja dari “unit integritas penghukuman” yang dibentuk kantor kejaksaan untuk mengkaji kasus-kasus yang dipertanyakan.

Dalam satu kasus di Chicago, seorang hakim membatalkan dakwaan terhadap Alstory Simon setelah dia dipenjara selama 15 tahun dalam kasus pembunuhan dua orang.

Seorang napi lain, Anthony Porter, didakwa dengan kejahatan yang sama pada 1983 dan dijatuhi hukuman mati setelah Simon mengaku melakukan pembunuhan itu.

Setelah penyelidikan ulang dilakukan kembali, jaksa penuntut menemukan bahwa Simon dipaksa mengakui kejahatan tersebut.

Penulis laporan ini  Besar Hukum Universits Michigan Samuel Gross, mengatakan bahwa ada perubahan di kalangan jaksa terkait penghukuman yang salah.

“Menurut saya jaksa penuntut sekarang lebih bersedia melihat kesalahan yang diajukan sebagai bagian positif pekerjaan mereka, bukan lagi sebagai kesialan yang harus mereka jalani,” kata Gross.

Jaksa Lake country Michael Nerheim, dengan wilayah yurisdiksi daerah perumahan Chicago utara, membentuk panel independen yang terdiri dari pensiunan hakim, pengacara hak asasi manusia dan para pengacara pembela untuk mengkaji ulang kasus-kasus di wilayahnya.

Dia mengatakan jaksa penuntut harus berada di depan dalam mengatasi penghukuman yang salah.

“Kami semua di sisi yang sama - tidak ada jaksa penuntut yang salah menghukum seseorang,” kata Nerheim. “Kami semua menginginkan kebenaran”.

Alasan lain terjadi peningkatan angka pembatalan penghukuman pada 2014 terkait dengan 33 kasus narkoba di wilayah Houston.

Jaksa penuntut menemukan bahwa analisis laboratorium forensik tidak menemukan pertanda penggunaan narkoba yang dilarang setelah para tertuduh memutuskan untuk menerima tawaran keringanan hukum dari kantor kejaksaan. (yns)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER