Bangkok, CNN Indonesia -- Pemerintah Thailand mengatakan telah memanggil dua anggota oposisi “untuk mengubah cara berpikir politik mereka”, kurang dari seminggu setelah mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dimakzulkan dari politik.
Letnan Jenderal Kampanart Ruddit mengatakan militer telah memanggil Chaturon Chaisaeng, mantan menteri pendidikan dan anggota partai Puea Thai untuk bertemu dengan perwira militer.
“Kami mengundang Chaturon Chaisaeng untuk bertemu guna mengubah dan menjelaskan pengertian politiknya,” kata Kampanart kepada kantor berita Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta militer pada Mei lalu itu, mengatakan NCPO atau pemerintah militer, juga telah mengundang mantan menteri luar negeri Surapong Tovichakchaikul, anggota parlemen dari Partai Puea Thai, untuk “mencapai pengertian setelah mereka memperlihatkan pandangan politik sehabis proses pemakzulan”.
Pengumuman ini dilakukan setelah terjadi jeda dalam taktik tangan besi, setelah militer melakukan kudeta yang menyingkirkan pemerintah dan mengakhiri aksi protes selama berbulan-bulan yang menewaskan 30 orang.
Setelah kudeta militer menahan lebih dari 200 orang, termasuk wartawan, pegiat dan politisi yang dianggap kritis terhadap rejim.
Beberapa dari mereka ditahan beberapa hari dan kemudian dibebaskan.
Junta, yang dikenal dengan sebutan Dewan Perdamaian dan Ketertiban Nasional, NCPO, berhasil mengembalikan stabilitas negara setelah melakukan kudeta tetapi kesulitan untuk menghidupkan kembali perekonomian terbesar kedua Asia Tenggara ini.
Pada Jumat (23/1) parlemen yang ditunjuk oleh militer memutuskan melarang Yingluck Shinawatra berpolitik dalam lima tahun karena keterlibatannya dalam subsidi pembelian beras soleh pemerintah yang merugikan negara itu hingga miliaran dolar.
Kejatuhan Yingluck dari panggung politik mirip dengan nasih kakaknya Thaksin, yang disingkirkan oleh kudeta pada 2006 dan kemudian menyingkirkan diri ke luar negeri.
Para pendukung Shinawatra, seperti anggota Front Persatuan Demokrasi Menentang Diktator, UDD, satu gerakan protes yang sebagian besar terdiri dari pendukung “kaos merah” Thaksin yang berasal dari wilayah utara dan timur laut Thailand, mengemukakan kekhawatiran terkait hal yang mereka pandang sebagai langkah pemerintah militer untuk melemahkan basis kekuasaan keluarga Shinawatra.
Selama hapir satu dekade Thailand terbagi menjadi dua kelompok, kubu yang dipimpin oleh mantan kognlomerat telekomunikasi Thaksin dan kubu lawan yang dipimpin kelompok mapan pendukung kerajaan-militer di Bangkok.
Para pemimpin kelompok kaos merah pro-Thaksin bersikap berdiam diri sejak kudeta terjadi.
Kebanyakan dari mereka dipaksa oleh militer menandatangani dokumen yang berisi perjanjian untuk tidak berpartisipasi dengan kegiatan politik.
Namun, langkah ini tidak menghentikan satu gelombang kegiatan di media sosial seperti kampanye bernama: “Jika anda mengambil kaos merah, kenakan pada hari Minggu dan mari berteman.”
(yns)