Krisis Sandera Pilot Yordania, Tantangan Raja Abdullah

Reuters | CNN Indonesia
Senin, 02 Feb 2015 15:01 WIB
Krisis sandera pilot Yordania membuat posisi Raja Abdullah terjepit antara memerangi jihadis yang semakin merasuk dan tuntutan agar keluar dari koalisi.
Keluarga pilot Yordania meminta ISIS membebaskan pilot yang disandera, sementara warga kota asalnya berdemonstrasi agar Raja Abdullah keluar dari koalisi pimpinan AS. (Reuters/Stringer)
Amman, CNN Indonesia -- Nasib pilot Yordania yang disander oleh ISIS membuat Raja Abdullah mendapat tekanan dari masyaranat negara itu terkait perannya dalam kampanye militer melawan kelompok garis keras ini yang dipimpin oleh AS.

Peran Yordania ini meningkatkan risiko perluasan rasa tidak puas di Yordania yang merupakan sekutu AS ini.

Setelah ditangkap pada Desember, kelompok militan ini merilis gambar Muath al-Kasaesbeh ditarik keluar dari dalam air oleh anggota ISIS, sementara jetnya jatuh di bantaran Sungai Efrat di Suriah Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gambar pilot muda yang baru menikah ini mengejutkan warga Yordania dan menyadarkan taruhan yang dihadapi karena keterlibatan negara itu dalam perang tersebut.

Raja Abdullah sebelumnya membela aksi koalisi internasional itu dengan mengatakan bahwa Muslim moderat harus melawan satu kelompok yang ideologi dan kebrutalannya telah mencoreng semangat ajaran Islam.

Tetapi di Karak, kota asal Kasaesbeh, puluhan kaum muda melakukan aksi protes dengan meneriakkan slogan-slogan anti koalisi dan mendesak raja untuk menarik diri dari koalisi pimpinan AS.

“Kami tidak akan mau menjadi sapi korban Amerika!” teriak kaum muda dalam aksi bulan lalu di kota yang sejak lama menjadi pendukung kerajaan Hasemit.

Para pengamat dan diplomat mengatakan meski tidak banyak warga yang memandang krisis ini akan membuat Yordania menarik diri dari kampanye koalisi, negara ini kemungkinan besar akan mengambil peran tidak penting seperti di masa lalu.

Ayah Raja Abdullah, Raja Hussein, tidak ikut dalam kampanye militer pimpinan AS melawan mantan diktator Saddam Hussein setelah Irak menginvasi Kuwait pada 1990, sejalan dengan pandangan rakyat yang menentang keterlibatan militer.

Namun, puteranya mengambil peran lebih aktif dengan mengirim pesawat jet ke Suriah yang merupakan kali pertama Yordania ikut serta dalam misi pengeboman di luar negeri, dan tidak sekadar memberi dukungan intelijen dan logistik semata.

Pandangan Raja Abdullah ini berpusat pada keprihatian terhadap semakin besar ancaman kaum jihadis di wilayah kerajaannya.

Al Qaidah melancarkan serangkaian mematikan di Yordania seperti pengeboman di satu hotel di Amnan pada 2005 yang menewaskan 60 orang.

ISIS meminta pembebasan Sajida al-Rishawi, salah satu pelaku serangan yang dihukum setelah ikat pinggang bomnya tidak meledak.

Kelompok ini mengatakan tidak akan membnuh Kasaesbeh jika al-Rishawi dibebaskan, tetapi tidak mengatakan akan membebaskan pilot tersebut.

“Perang Kami”

Dalam upaya mendapat dukungan dari rakyat, Raja Abdullah mengatakan kekhawatiran akan nasib pilot ini berhasil menyatukan Yordania, dan penangkapannya justru menjadi bukti bahwa perang harus dimenangkan.

Tetapi sementara dia menenangkan orang tua dan isteri Kasaesbeh di istana kerajaan, aksi demonstrasi terus terjadi.

“Saya dan militer terus bekerja keras menangani krisi ini, pahlawan kita sang pilot. Sayangnya, perang ini terjadi di dunia Islam dan ini adalah perang kita.” ujar Raja di hadapan sekelompok kepala suku 10 hari lalu.
Sabuk bom bunuh diri yang dikenakan oleh Sajida al-Rishawi gagal meledak sehingga dia berhasil ditangkap, ISIS menuntut Sajida al-Rishawi dibebaskan sebagai imbalan pembebasan pilot Yordania. (Getty Images/Jordan TV)
Kasus ini memecah Yordania. Kelompok nasionalis mengatakan ini bukan saatnya saling menyalahkan dan meminta agar rakyat mendukung kerajaan, sementara kubu lain mengatakan jika pilot itu dibunuh penguasa politik negara itu yang bertanggungjawab.

“Rakyat akan menyalahkan rejim Yordania dan mereka mengatakan mengapa anda mengirimnya dalam perang ini. Tidak ada yang akan menyalahkan ISIS jika dia dieksekusi, malah makin besar dukungan bagi mereka,” ujar Ali Dalaen, seorang mantan wakil rakyat dari kota asal Kasaesbeh.

Dia memimpin aksi demonstrasi pada Jumat (30/1) yang menuntut penghentian keterlibatan militer, dan menuduh pemerintah tidak melakukan perundingan serius dengan ISIS.

Sebagian rakyat Yordania bahwa mengemukakan ketakutan bahwa Yordania akan mengirim tentara untuk memerangi ISIS atau dikenal dengan nama Daesh dalam bahasa Arab.

“Kami berkeras bahwa ini bukan perang kami dan jika Daesh mengorbankan putera kami, kami berharap kebijakan pemerintah dan Raja untuk segera menjauhkan diri dari partisipasi dalam perang darat.

ISIS telah merilis tiga video emosional sebagai jawaban atas permintaan keluarga pilot itu. Kelompok ini mengatakan misi pengeboman putera mereka menyebabkan banyak anak dan kaum perempuan tewas.

Para pengamat mengatakan ISIS mencoba memanfaatkan perpecahan domestik di negara dimana angkatan bersenjatanya semakin khawatir dengan daya tarik ideologi jihadis, terutama di daerah miskin perkotaan Yordania.

Puluhan kaum muda dari kota asal pilot ini telah menyeberangi perbatasan untuk berperang bersama kelompok-kelompok garis keras di Suriah dan juga Afghanistan.

“Ini situasi yang sangat sulit bagi (Yordania). Mereka tidak memiliki penawaran yang masuk akal,” ujar seorang diplomat Barat di Amman.

“Jelas bahwa Daesh, ISIS, mencoba memanipulasi ruang politik dengan Yordania, dan sayangnya mereka memang sangat ahli di bidang itu.” (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER