Belasan WNI Terancam Hukuman Mati di Arab Saudi

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Kamis, 05 Feb 2015 16:09 WIB
Perwakilan RI menangani 32 kasus berat WNI, 14 di antaranya dijatuhi hukuman pancung dan rajam. Perbedaan sistem hukum menyulitkan upaya pengampunan.
Perwakilan RI menangani 32 kasus berat WNI, 14 di antaranya dijatuhi hukuman pancung dan rajam. Perbedaan sistem hukum menyulitkan upaya pengampunan. (Ilustrasi/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 14 warga negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di Arab Saudi. Perbedaan sistem hukum di Arab Saudi menyulitkan pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya pembebasan.

"Sampai saat ini perwakilan RI di Riyadh menangani 32 kasus berat dari WNI. Ada 14 di antaranya dijatuhi hukuman pancung dan rajam," ujar Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk Jeddah, Syailendra Dharmakirti, dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Kamis (5/2).

Dari 14 kasus tersebut, 13 di antaranya berkaitan dengan pembunuhan sementara satu sisanya merupakan kejahatan zina muhsan, atau hubungan zina antara pria dan wanita yang telah menikah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk kasus pembunuhan itu ada dua orang yang keadaannya krusial. Sangat tipis harapan mendapatkan maaf," papar Dharmakirti.

Dua orang yang dimaksud adalah Siti Zainab binti Duhri Rupa, 47, dan Karni binti Medi Tarsim, 38.

Kasus Siti sebenarnya sudah lama terjadi. Pada 2009 lalu, perempuan asal Bangkalan ini membunuh majikannya di Madinah. Siti akhirnya dijerat hukum pancung.

Proses pengajuan maaf Siti kepada pihak keluarga pun tersendat lantaran harus menunggu ahli waris majikannya mencapai usia akil baligh. "Setelah dinyatakan layak memberi penilaian, ahli waris ini juga tidak memberikan maaf," tutur Dharmakirti.

Senasib dengan Siti, Karni juga dijatuhi hukuman mati akibat membunuh anak berusia empat tahun dengan cara disembelih saat tidur. Menurut Dharmakirti, hingga kini orang tua anak itu juga belum memberikan pengampunan.

"Kita datang ke sana untuk mengajukan pemaafan melalui lembaga pemaafan. Keluarga belum mau, bahkan tidak mau kontak dengan kami. Raja atau pemerintah tidak bisa intervensi," ungkap Dharmakirti.

Hak umum dan khusus

Pemberian maaf dari keluarga ini, menurut Dharmakirti, sangat penting mengingat sistem hukum yang dianut di Arab Saudi.

"Saudi mengenal hak umum dan khusus," ucap Dharmakirti memulai penjelasan.

Hak umum merupakan pelanggaran hukum yang menyangkut masyarakat banyak, seperti penyelundupan narkoba. Dalam hal ini, Kerajaan Saudi bisa memberikan keringanan hukuman atau pengampunan.

Sementara hak khusus adalah kejahatan yang menimpa seseorang, misal pembunuhan. Dalam kasus ini pengampunan hanya bisa diberikan oleh keluarga korban atau ahli waris, kerajaan tidak bisa ikut campur.

"Jadi, kalaupun raja sudah memaafkan, akan percuma kalau keluarga belum memaafkan," kata Dharmakirti.

Upaya pemerintah Indonesia untuk membantu Karni kembali dihadang rintangan ketika kejahatan yang ia lakukan memberikan efek domino.

"Saat ayah korban tahu anaknya dibunuh, dia langsung mengebut dan ternyata tabrakan. Empat orang jadi korban. Dua meninggal, dua terluka," tutur Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, yang mendampingi Dharmakirti.

Kejahatan ini memicu kemarahan masyarakat Saudi dan jika dia dibebaskan akan semakin membuat mereka marah. Sentimen masyarakat ini kemudian dibandingkan dengan apa yang terjadi di Indonesia ketika seorang penyelundup ganja asal Australia, Schapelle Leigh Corby, dibebaskan bersyarat pada Februari 2014.

"Bayangkan bagaimana reaksi kita. Marah, kan? Itu baru bawa mariyuana. Belum membunuh orang," ujar Iqbal.

Mustahil

Iqbal semakin khawatir akan kemustahilan pemaafan ini ketika mengingat Arab Saudi sebagai negara yang memegang teguh hukum Islam. Ia kemudian merefleksikan penerapan hukum ini dengan yang terjadi dengan kolega Raja Abdullah.

"Keturunan raja (Saud Bin Abdulaziz Bin Nasir) pada 2010 lalu membunuh warga Arab lain di London. Ia tetap dijatuhi hukuman mati. Apalagi warga negara asing di Arab," ucapnya.

Kendati demikian, Dharmakirti mengaku pemerintah akan terus mendampingi WNI yang terseret masalah hukum di luar negeri.

"Pemerintah akan terus meningkatkan perlindungan dan menjamin kehadiran negara dalam upaya perlindungan. Termasuk perlunya ada pendampingan hukum dan penerjemah dari awal sampai akhir," katanya.

Menurut penuturan Iqbal, pada 2014 ada 228 warga Indonesia yang dijatuhi hukuman mati di seluruh dunia dan 46 di antaranya sudah dibebaskan. Sekitar 60 persen dari jumlah tersebut terkait dengan kasus narkoba.

"Walaupun sebagian besar dari mereka itu ada di Malaysia, tapi bantuan untuk di Arab ini cukup sulit karena sistem hukum yang berbeda tadi," ucap Iqbal.

Dari awal 2015 hingga kini, Arab sudah menjatuhi hukuman mati kepada 19 orang, termasuk warga negaranya sendiri. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER