Ayah Korban Sarankan Nonton Film Soal Perkosaan

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Jumat, 06 Mar 2015 13:56 WIB
Ayah korban perkosaan geng di Delhi menyerukan agar masyarakat India menonton film dokumenter India's Daughter agar waspada terhadap pemerkosaan.
Badri Nath Singh, ayah dari Jyoti Singh yang diperkosa dan disiksa dalam bus pada Desember 2012 silam. (dok. Reuters TV)
New Delhi, CNN Indonesia -- Ayah korban perkosaan geng di Delhi menentang tindakan pemerintah India yang melarang pemutaran film dokumenter "India's Daughter" dan menyerukan agar masyarakat India menonton film tersebut.

Berbicara kepada Calcutta Telegraph, Badri Nath Singh menyatakan bahwa film "India's Daughter" merupakan cerminan dari "masyarakat kita".

"Apa yang ditampilkan dalam film dokumenter tersebut adalah kebenaran yang menjadi cermin untuk masyarakat kita. Ini bukan tentang sang pemerkosa. Ini adalah pernyataan umum soal masyarakat kita," kata Badri, dikutip dari The Independent, Kamis (5/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Orang-orang di India harus melihat film dokumenter ini dan agar berhati-hati terhadap pemerkosa," kata Badri melanjutkan.

Pemerintah India sendiri telah melarang pemutaran film ini sejak Rabu (4/3). Meskipun demikian, film ini telah ditayangkan secara daring di Inggris, dan kemudian diunggah ke YouTube, dan dibagi oleh banyak pengguna akun media sosial.

Film "India's Daughter" dijadwalkan tayang pada Hari Perempuan Internasional, yang jatuh pada MInggu (8/3). Film ini dilarang karena dinilai telah memicu kemarahan di kalangan pemerintah India.

Pasalnya, film arahan Leslee Udwin ini menampilkan perbincangan dengan Mukesh Singh dan lima rekannya yang memerkosa dan menyiksa Jyoti Singh, 23 tahun dalam bus pada Desember 2012. Jyoti kemudian meninggal karena luka-lukanya.

Dalam sebuah komentar di film itu, Mukesh menyalahkan korban yang telah memancing mereka melakukan tindakan bejat tersebut. Tak hanya itu, Mukesh juga menekankan bahwa wanita yang memegang tanggung jawab lebih besar ketimbang pria dalam sebuah kasus pemerkosaan.

Mukesh bahkan menyalahkan korban yang saat itu keluar malam dan menarik perhatian mereka.

"Kau tidak bisa bertepuk sebelah tangan, butuh dua tangan. Wanita baik-baik tidak akan keluar sekitar jam 9 malam," kata Mukesh.

Mukesh menyatakan jika saja wanita itu tidak melawan mereka tidak akan memukulinya dengan tongkat besi. Dua minggu setelah peristiwa itu korban meninggal dunia setelah menjalani perawatan di luar negeri.

"Ketika diperkosa, seharusnya dia tidak melawan. Seharusnya dia diam saja dan membiarkannya. Mereka akan menurunkannya setelah 'menggagahinya' dan hanya akan memukuli pria," kata Mukesh.

Komentar ini tak ayal langsung menarik perhatian berbagai media massa dan banyak pengguna jejaring sosial.

Sementara, banyak kecaman terhadap film dokumenter ini. Dalam sebuah artikel di Guardian, penulis Nilanjana S Roy menyatakan bahwa film ini "beresiko mengubah pemerkosa menjadi selebriti Twitter".

Sementara, Menteri Dalam Negeri India, Rajnath Singh berjanji akan menyelidiki bagaimana kru film ini mampu mewawancarai terpidana hukuman mati di dalam penjara.

"Mengapa mereka bisa mendapatkan izin untuk mewawancarai pemerkosa? Ini sangat mengejutkan. Harus segera diselidiki," kata Rajnath.

Terkait komentar Mukesh, Rajnath menyatakan bahwa komentarnya "sangat menghina martabat perempuan".

Perkosaan menjadi masalah nasional di India. Juli tahun lalu Biro Pencatatan Kriminal Nasional India, NCRB, dikutip dati The Times of India, mencatat setiap harinya 83 wanita diperkosa di negara itu.

Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 ada 24.923 perkosaan, bertambah di tahun 2013 dengan 33.707 kasus. Berbagai kasus ini juga merusak citra India dan merugikan sektor pariwisata negara tersebut. Ibu kota New Delhi bahkan mendapat julukan sebagai "ibu kota pemerkosaan". (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER