Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak akurnya Venezuela dan Amerika Serikat kembali mencuat beberapa hari terakhir, utamanya sejak Presiden Barack Obama menandatangani perintah eksekutif yang mendeklarasikan bahwa Venezuela adalah ancaman bagi keamanan nasional AS, Senin (9/3).
Langkah ini ditempuh Obama terkait dengan perlakuan pemerintah Venezuela terhadap lawan politik di negara itu. Pasalnya, AS menilai para pejabat Venezuela kerap melanggar HAM terhadap pejabat oposisi dan melakukan praktik korupsi publik.
Perintah eksekutif yang ditandatangani Obama tersebut berisikan sanksi ekonomi dan pelarangan visa bagi tujuh pejabat Venezuela sehingga tidak dapat memasuki AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para pejabat Venezuela, yang pada masa lalu maupun sekarang melanggar hak asasi warga negara Venezuela dan terlibat dalam tindakan korupsi publik, tidak akan diterima di sini," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest, dalam sebuah pernyataan resmi, dikutip Reuters, Senin (9/3).
"Kami sekarang memiliki alat untuk memblokir aset mereka sehingga mereka tidak dapat menggunakan sistem keuangan AS," kata Earnest melanjutkan.
Sanksi ini akan berujung pada pembekuan aset tujuh pejabat publik Venezuela yang memiliki properti dan kepentingan mereka di Amerika Serikat. Para pejabat tersebut juga tak diijinkan untuk masuk ke Amerika Serikat.
Lebih lanjut, sanksi ini juga melarang warga AS juga berbisnis dengan tujuh pejabat tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Nicholas Maduro murka. Sehari setelah pengumuman Obama, Maduro langsung meminta dekrit kepada parlemen agar dirinya dapat membuat undang-undang baru sehubungan dengan sanksi yang dijatuhkan AS.
"Saya datang untuk meminta Enabling Law untuk menghadapi agresi dari negara yang paling kuat di dunia, Amerika Serikat, terhadap negara yang indah ini," kata Maduro di hadapan parlemen, Selasa (10/3).
"Ini adalah hukum yang akan mempersiapkan negara kita. Semoga kita tak pernah lengah," kata Maduro melanjutkan.
Jika dikabulkan, ini merupakan kali kedua Maduro meminta dekrit kepada parlemen, semenjak dirinya menjabat sebagai presiden pada 2013.
Perang MenluMenyusul surat perintah Obama tersebut, Asisten Menteri Luar Negeri Roberta Jacobson mencuit dalam akun Twitter miliknya, menjelaskan tujuan AS menjatuhkan sanksi kepada Venezuela.
"Tujuan dari sanksi tersebut adalah untuk membujuk pemerintah Venezuela untuk mengubah caranya, bukan untuk menghapuskan pemerintah Venezuela," cuit Jacobson.
Cuitan tersebut ditanggapi dengan dingin oleh Menteri Luar Negeri Venezuela, Delcy Rodriguez.
"Dalam cara yang kasar dan marah-marah, Jacobson memberitahukan kami apa yang harus dilakukan," kata Rodriguez media televisi lokal, Rabu (11/3).
"Saya tahu dia sangat baik karena saya telah melihat dia secara pribadi, caranya berjalan, mengunyah. Anda perlu sopan santun untuk berurusan dengan pejabat dan negara," kata Rodriguez.
Sementara menlu kedua negara saling melemparkan komentar dingin, langkah Maduro untuk memohon dekrit kepada parlemen diperolok oleh pejabat oposisi.
Oposisi menilai ini hanyalah cara Maduro untuk membentuk pemerintahan yang otokratis, dan mengalihkan isu penyusutan ekonomi yang menyebabkan langkanya kebutuhan pokok di negara tersebut.
"Nicolas, Anda meminta dekrit untuk membuat sabun, popok dan obat-obatan dan menurunkan inflasi?," ujar pemimpin oposisi, Henrique Capriles.
Ketegangan AS-Venezuela meningkat menyusul tuduhan Maduro bahwa Washington berada di balik sebuah dugaan kudeta dan penangkapan walikota Caracas atas tuduhan konspirasi pada awal 2014.
Selain itu, Maduro juga kerap menyalahkan Amerika Serikat untuk berbagai masalah yang dihadapi negara tersebut. Pada akhir Desember lalu, Maduro menyalahkan lemahnya harga minyak dunia kepada Amerika Serikat yang terus menerus "perang dingin" dengan Rusia.
(ama)