Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah rancangan undang-undang yang mengizinkan Utah, Amerika Serikat, untuk menggunakan regu tembak saat mengeksekusi terpidana mati telah disetujui oleh Senat pada Selasa (10/3).
Dilansir
CNN, Rabu, (11/3), rancangan yang telah disetujui oleh sebagian besar anggota Senat tersebut akan dikirim ke Gubernur Utah, Gary Herbert. Sang gubernur belum memberikan konfirmasi apakah ia akan menandatangani rancangan tersebut, atau menggunakan hak veto.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Herbert berkomentar mengenai pilihan regu tembak di negara yang menggunakan suntikan mati untuk mengeksekusi terpidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Undang-undang kami sudah jelas bahwa suntik mati adalah metode yang kami gunakan. Kami tidak memiliki niat untuk mengubahnya," kata Herbert.
Rancangan regulasi tersebut memberikan pilihan bagi negara bagian ini untuk menggunakan regu tembak beranggota lima orang jika obat yang diperlukan suntikan mati tidak tersedia 30 hari menjelang eksekusi.
"Daerah kami, seperti kasus di negara bagian sekitar, menemukan kesulitan menyediakan bahan yang diperlukan untuk melakukan suntik mati. Kami berusaha keras mencari semua pilihan yang masuk akal dan legal untuk memperoleh zat tersebut untuk memastikan bahwa, jika diperlukan, kami ada di posisi sangat serius untuk melakukan tindakan dengan suntikan mati," papar Herbert.
Kini, ada delapan orang yang dijatuhi hukuman mati di Utah.
Utah melarang eksekusi mati menggunakan regu tembak pada 2004. Namun, narapidana yang memilih dieksekusi dengan regu tembak sebelum hukum diubah masih dihukum sesuai pilihannya.
Eksekusi terakhir dengan regu tembak dilakukan pada 2010. Itu merupakan eksekusi mati terakhir pula di Utah.
Regu tembak pertama kali dikerahkan saat mengeksekusi Gary Gilmore pada 1977. Ini merupakan eksekusi pertama sejak Mahkamah Agung AS kembali memberlakukan hukuman mati setahun sebelumnya.
Kekurangan obatSementara itu, dalam beberapa tahun terakhir AS memang sangat sulit mendapatkan pasokan obat yang digunakan dalam suntik mati. Ada dua dugaan penyebab kurangnya pasokan. Pabrik berhenti memproduksi obat tersebut, atau mereka melarang produknya digunakan untuk eksekusi mati.
Pabrik-pabrik pentobarbital, obat anestesi, di Eropa secara eksplisit mencegah penjara AS mengunakan produk mereka untuk eksekusi mati.
Beberapa negara akhirnya menggunakan obat pengganti dalam sistem "three-drugs cocktail" (campuran anestesi yaitu pentobarbital, pancuronium bromide, dan potasium klorida) yang digunakan dalam suntikan mati.
Pada April, Oklahoma menggunakan midazolam sebagai pengganti pentobarbital dalam eksekusi yang akhirnya berjalan kacau. Clayton Lockett, terpidana kasus perkosaan dan pembunuhan, menggeliat dan kejang sebelum akhirnya tewas 43 menit kemudian.
Pekan lalu, Georgia menunda sebuah eksekusi lantaran masih ragu dengan obat yang akan digunakan. Negara bagian ini juga menunda setidaknya satu eksekusi lain hingga dapat menganalisis campuran obat yang sesuai prosedur.
(stu/stu)