Mesir, CNN Indonesia -- Para pemimpin Arab yang menghadiri pertemuan puncak di Mesir mengumumkan pembentukan satu pasukan militer bersatu untuk melawan ancaman keamanan yang semakin besar mulai dari Yaman hingga Libya, dan ketika negara besar wilayah Arab Saudi dan Iran terlibat perang melalui pihak ketiga.
Upaya menyusun mekanisme dan logistik pasukan bersatu yang diusulkan oleh Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi ini akan memakan waktu beberapa bulan.
Skema serupa sebelumnya gagal menghasilkan apapun di dunia Arab yang selalu terpecah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menlu Mesir Sameh Shukri mengatakan kepada media bahwa pasukan Arab ini akan bersifat sukarela, artinya tidak ada satu negara yang dipaksa ikut serta dan hal ini memberi fleksibilitas jika ada perbedaan pendapat.
Dia menambahkan setidaknya ada dua negara yang telah berkomitmen ikut dalam pasukan itu.
Sisi mengatakan pasukan bersatu ini akan diawasi oleh kepala angkatan bersenjata negara-negara Arab.
Ancaman yang dihadapi wilayah sejak aksi perlawanan rakyat pada 2011 memang rumit dan jelas.
Sementara konflik terus terjadi di Yaman dan Libya, perang saudara di Suriah kini memasuki tahun kelima. Mesir yang merupakan negara Arab terpadat penduduknya menghadapi perlawanan kelompok militan Islamis.
Militan ISIS telah mengambil alih kekuasaan di wilayah Iran dan Suriah dan menyebarkan kelompok pecahannya di seluruh wilayah Arab.
AS dan negara adidaya lain kini mencoba mendapatkan kesepakatan akhir nuklir dengan Iran, proses yang membuat para pemimpin Sunni Arab khawatir dengan pengaruh Syiah Iran yang semakin besar di wilayah.
Komunike akhir pertemuan puncak Liga Arab meminda “koordinasi, upaya, dan langkah mendirikan satu pasukan Arab bersatu” untuk melakukan intervensi di negara-negara seperti Yaman.
Langkah ini ini diambil setelah Arab Saudi mengumpulkan 10 negara Arab untuk menggempur para pejuang Houthi yang semakin berkuasa di Yaman, dan melancarkan serangan militer terhadap kelompok ini.
Para pemimpin Arab mengatakan operasi pimpinan Arab Saudi ini bisa berlangsung hingga Houthi yang merupakan sekutu Iran mundur, dan menyerahkan senjata mereka dan negara itu pun kembali bersatu.
Operasi militer di Yaman ini menggarisbawahi persaingan antara kerajaan Arab Saudi yang didominasi oleh Muslim Sunni dan Syiah Iran, dan bisa mendrong konflik sektarian yang terjadi di Timur Tengah sejak perlawanan rakyat pada 2011.
Kekacauan di Libya akan menjadi ujian penting bagi pasukan bersatu Arab ini jika mereka memutuskan untuk mengintervensi di negara yang kini memiliki dua pemerintah yang mencoba mengendalikan wilayah negara itu dan juga fasilitas-fasilitas minyak.
Sini berulangkali meminta aksi dari Arab dan Barat terhadap hal yang dipandangnya sebagai ancaman dari kelompok-kelompok militan di Libya dan tempat lain.
Dia memerintahkan serangan udara terhadap posisi ISIS di Libya setelah kelompok garis keras Sunni ini memenggal umat Kristen asal Mesir di wilayah itu.
(yns)