Jakarta, CNN Indonesia -- Majalah satire Charlie Hebdo mendapat penghargaan dari PEN American Center.
“Staf Charlie Hebdo saat ini bertahan, dan penghargaan malam ini mencerminkan penolakan mereka untuk tunduk pada larangan berekspresi yang dijamin hukum melalui kekerasan,” kata Presiden PEN, Andrew Solomon di hadapan tokoh-tokoh sastra di New York, Amerika Serikat.
Kantor Charlie Hebdo di Paris diserang pada Januari lalu, menewaskan sebagian besar staf redaksinya. Al-Qaidah cabang Yaman mengaku bertanggung jawab atas rangkaian kekerasan selama beberapa hari yang menewaskan total 12 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemimpin redaksi Charlie Hebdo, Gerard Biard, menerima penghargaan. Dalam pidatonya, ia mengatakan bahwa senjata paling ampuh yang dimiliki oleh para ekstremis agama adalah rasa takut.
"Mereka tidak ingin kita menulis dan menggambar. Kita harus menulis dan menggambar," katanya. "Mereka tidak ingin kita untuk berpikir dan tertawa. Kita harus berpikir dan tertawa. Mereka tidak ingin kita berdebat. Kita harus berdebat,” kata Biard.
"Berada di sini malam ini, kita berkontribusi untuk melucuti mereka," lanjutnya.
PEN merupakan sebuah organisasi yang mengusung kebebasan berekspresi dan mengadvokasi para penulis yang terancam akibat karya-karya mereka.
Keputusan PEN untuk memberikan Penghargaan Keberanian untuk Kebebasan Berekspresi kepada Charlie Hebdo menimbulkan kontroversi dan membuat enam penulis terkemuka membatalkan kehadiran mereka.
Menurut PEN, salah satu novelis yang menarik diri, Rachel Kushner, mengatakan ia tidak nyaman dengan “budaya tak toleran” yang dimiliki Charlie Hebdo.
Penghargaan yang diberikan pada Selasa (5/5) ini dikawal ketat oleh petugas keamanan dan terjadi setelah insiden di pameran dan konter kartun Nabi Muhammad di Texas yang menewaskan dua pelaku penyerangan.
 Acara penghargaan kepada Charlie Hebdo dijaga ketat oleh petugas keamanan. (Reuters/Carlo Allegri) |
Petugas berseragam, unit kontraterorisme dan anjing polisi terlihat di sekitar American Museum of Natural History, lokasi acara itu digelar.
Wakil Komisaris Intelijen dan Kontraterorisme dari Kepolisian New York, John Miller, mengatakan ada seruan terhadap kekerasan lanjutan setelah kejadian di Texas.
"Beberapa hanya sekedar ucapan. Tapi seperti yang kita lihat di Texas, beberapa di antaranya merupakan indikasi," kata Miller.
Apa yang terjadi di Texas sepertinya megingatkan banyak orang kepada apa yang menimpa Charlie Hebdo.
Namun, para kartunis Charlie Hebdo menolak anggapan itu."Sama sekali tidak ada perbandingan," kata Jean-Baptiste Thoret, kartunis dan kritikus film untuk Charlie Hebdo dalam sebuah wawancara dengan PBS pada Senin (4/5), dikutip dari Al-Arabiya.
Thoret memaparkan bahwa dia terhindar dari serangan berdarah tersebut hanya karena dia terlambat sampai di kantor.
"Ada gerakan anti-Islam di Texas. Sedangkan yang dihadapi Charlie Hebdo sangat berbeda," ujar Thoret, yang didampingi oleh Gerard Biard, pemimpin redaksi majalah Charlie Hebdo.
"Kami hanya mengkritisi semua agama, tanpa menyebutkan satu agama khusus. Ini benar-benar berbeda," ujar Thoret.
(stu)