Di Korea Utara, Pria Berperang, Perempuan Cari Uang

Eky Wahyudi/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 12:22 WIB
Mayoritas laki-laki di Korea Utara menjadi tentara atau pegawai pemerintah, sedang perekonomian keluarga bertopang pada perempuan.
Mayoritas laki-laki di Korea Utara menjadi tentara atau pegawai pemerintah dan bergaji kecil, sedang perekonomian keluarga bertopang pada perempuan. (Reuters/KCNA)
Jakarta, CNN Indonesia -- Korea utara adalah masyarakat militer yang didominasi oleh kaum lelaki, namun justru kaum perempuanlah yang berperan besar dalam mencari nafkah ketika negara ini mengijinkan ekonomi pasar tak resmi berkembang.

Penelitian Institut Persatuan Nasional Korea, KINU, menyimpulkan bahwa lebih dari 70 persen rumah tangga di Korea Utara dibiayai oleh penghasilan kaum perempuan, yang sebagian besar bekerja sebagai pedagang di pasar-pasar tidak resmi.

Para pakar mengatakan, jumlah kaum perempuan hanya setengah dari 12 juta angkatan kerja Korea Utara. Sebagian besar kaum lelaki di negara itu bekerja sebagai pegawai negeri atau anggota militer dengan gaji rendah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Sebagai warga Korea Utara kami mengatakan kaum lelaki berjuang di medan perang sosialisme, tetapi kaum perempuan berjuang di medan perang kehidupan,” ujar Jung yang lari ke Korea Selatan pada 2012, dan secara rutin mengirim uang kepada ibunya yang digunakan untuk membantu bisnis peternakan babi dan berjualan minuman beralkohol yang berasal dari jagung.

“Tidak ada bantuan dari pemerintah, dan ayah saya memiliki tugas tanpa bayaran yang harus dia kerjakan setiap hari,” ujar Jung yang kini menjadi mahasiswi di satu universitas di Seoul.

Perekonomian Korea Utara yang terpusat belum pulih dari kejatuhan Uni Soviet yang merupakan pendukung utama ekonomi dan militer Pyongyang di era Perang Dingin. Situasi ini diperburuk dengan bencana kelaparan pada 1990an yang diperkirakan menewaskan 800 ribu hingga 1,5 juta warga.

Setelah tidak ada lagi pembagian pangan dari pemerintah, warga Korea Utara semakin tergantung pada ekonomi informal untuk menghidupi keluarga masing-masing, dan kaum perempuan memainkan peran besar di sini.

Namun, kaum lelaki mendominasi militer dan pemerintah Korea Utara yang memiliki kekuasaan absolut terhadap 24,5 juta rakyat negara itu. Perempuan yang menduduki eselon tinggi dalam pemerintah saat ini adalah dua sanak keluarga Kim Jong Un, yaitu adiknya Kim Yo Jong dan tantenya Kim Kyong Hui.

Ekonomi pasar abu-abu ini tidak benar-benar legal tetapi dibiarkan tumbuh karena peran para pejabat yang korup.

Para pedagang mendirikan kios-kios mereka di sekitar 400 pasar yang muncul di berbagai penjuru negara, mereka membayar pajak kios kepada pejabat partai.

Suami Tak Berguna

Uang yang diperoleh oleh para pedagang independen ini tidak besar.

Satu penelitian terhadap 60 perempuan yang melarikan diri dari Korea Utara pada 2011 dan 2012 oleh Aliansi Warga untuk Hak Asasi Warga Korea Utara menyimpulkan, sebagian besar berpenghasilan 50 ribu hingga 150 ribu won atau antara US$6 dan US$18 per bulan.

Sebagai perbandingan, data dari Daily NK menunjukkan bahwa gaji pegawai negeri di Korea Utara hanya 2.000-6.000 won per bulan. Sementara harga beras per kilogram mencapai 8.490 won.

Sebagian besar pembelot ini berasal dari daerah pedesaan, dan pedagang di perkotaan diyakini memiliki penghasilan yang jauh lebih tinggi.

Kantor berita Reuters tidak bisa memverifikasi data tenaga kerja atau penghasilan di Korea Utara tersebut.

Para pembelot perempuan yang kini tinggal di Korea Selatan mengatakan, sebagian besar kaum lajang Korea Utara yang paling dicari adalah kader-kader partai yang mengawasi pasar.

“Jika anda ingin hidup lebih baik di sana, jadilah pedagang di pasar atau kawin dengan lelaki yang memiliki penghasilan dari uang sogokan atau pajak dari para pedagang, atau bekerja di perusahaan dagang pemerintah,” ujar Kim Min-jung, seorang pembelot yang memiliki biro jodoh bagi 1.500 perempuan yang melarikan diri dari Korea Utara.

Kim menambahkan, kaum perempuan Korea Utara mengeluh bahwa kaum lelaki di sana “seperti lampu yang dimatikan sepanjang hari.”

“Ini menunjukkan bagaimana kaum pria tidak berguna dalam mencari nafkah untuk keluarga mereka,” katanya.

Ketika perempuan semakin memiliki kekuasaan ekonomi, semakin banyak pula kaum perempuan yang meminta cerai dari suami mereka.

Jajak pendapat dengan sampel 103 perempuan asal Korea Utara yang dilakukan oleh Asosiasi Pengacara Korea Selatan menyebut alasan perceraian adalah ketidakmampuan di bidang finansial.

Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar pembelot Korea Utara adalah perempuan karena mereka lebih bebas bergerak dan tidak terikat dengan pekerjaan.

Pengambilalihan ekonomi jalanan Korea Utara oleh kaum perempuan mengubah budaya paternalistik yang menganggap bahwa kaum perempuan yang ideal adalah menjadi ibu rumah tangga.

Sementara media-media pemerintah mempromosikan keseteraan gender, masyarakat negara itu sejak lama didominasi oleh kaum pria. Namun, uang mengubah itu semua.

“Standar hidup Korea Utara tergantung pada kemampuan dan keahlian bisnis kaum perempuan. Mereka menggantikan peran pemerintah melalui ekonomi pasar,” ujar Kim Eun-ju, kepala Pusat Penelitian Perempuan dan Poltik Korea.

“Kini, kaum pria pun mencari calon isteri di pasar,” katan Kim yang sering mewanwancarai perempuan asal Korea Utara. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER