Myanmar Membawa Kapal Pengungsi ke Tempat Aman

Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 02 Jun 2015 19:34 WIB
Pemerintah Myanmar menyatakan telah membawa kapal pengangkut lebih dari 700 pengungsi ke tempat yang aman untuk menjalani proses identifikasi mereka.
Myanmar menganggap warga Rohingya, yang sebagian ditampung di kamp pengungsi Myanmar, bukan warga negaranya. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Bangkok, CNN Indonesia -- Myanmar mengatakan membawa kapal pengangkut 727 pendatang ke tempat yang lebih aman setelah selama beberapa hari dibiarkan terapung-apung di lautan.

Pihak berwenang Myanmar mengatakan di tempat yang lebih aman itu identitas penumpang akan diperiksa.

Langkah ini menuai banyak kritik karena negara itu dianggap memperpanjang penderitaan pendatang yang sudah sangat ingin mendarat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Operas itu sudah dimulai. Mereka akan dibawa ke tempat tujuan yang aman,” kata Menteri Informasi Ye Htut, kepada Reuters melalui sambungan telepon dan menambahkan bahwa para pendatang itu telah diberi makanan dan air minum.

Dia tidak mengungkapkan lokasi baru kapal itu karena “alasan keamanan dan keselamatan”.

Sebelumnya, Ye Htut mengatakan angkatan laut Myanmyar membawa kapal itu ke perairan Bangladesh, namun negara itu menyatakan hanya mau menerima penumpang yang berasal dari Bangladesh saja. Ye Htut kemudian mengklarifikasi pernyataan sebelumnya itu dengan menyatakan bahwa proses verifikasi identitas pendatang akan dilakukan lebih dahulu.

Para pendatang ini ditemukan terkatung-katung di Perairan Andaman pada Jumat (29/5) di atas kapal nelayan yang mulai kemasukan air laut.

Mereka adalah bagian dari sekitar 2.000 pendatang, yang kebanyakan adalah Muslim Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh, yang menurut PBB kemungkinan masih berada di laut setelah diterlantarkan oleh para penyelundup manusia akibat operasi penggerebakan di Thailand bulan lalu.

Sementara itu, seorang jenderal bintang tiga Thailand yang dituduh terlibat dalam perdagangan manusia telah menyerahkan diri ke pihak berwenang pada Selasa (2/6).

Dia adalah tokoh paling terkemuka di antara sejumlah tersangka yang menjadi buron operasi menghentikan bisnis melanggar hukum yang dalam beberapa tahun belakangan berkembang luas di Thailand.

Polisi Thailand mengatakan sejauh ini telah menangkap 51 tersangka dalam operasi yang juga berhasil mengungkap beberapa kuburan masal di sepanjang hutan di perbatasan Thailand dan Malaysia.

Letnan Jenderal Manus Kongpan mengatakan siap dan bersedia diadili dalam kasus perdagangan manusia.

“Saya meminta keadilan. Saya siap bekerja sama penuh dengan pihak berwenang,” ujarnya kepada para wartawan lewat sambungan telepon ketika menuju kantor pelisi Pedang Besar, satu kota di perbatasan Thailand Malaysia.

“Bengali”

Pada awalnya pemerintah Myanmar menyebut para pendatang di kapal ikan itu sebagai “Bengali” istilah bagi warga Rohingya dan Bangladesh. Sebagian besar warga Rohingya, minoritas Muslim berjumlah 1,1 juta orang yang tinggal di negara bagian Rakhine, tidak memiliki kewarganegaraan.

Pemerintah Myanmar menolak mempergunakan kata Rohingya dan bersikeras bahwa sebagian besar dari mereka adalah pendatang dari Bangladesh. Mereka hidup dalam kondisi terpisah seperti apartheid, dan dibenci oleh penduduk mayoritas Budha di Rakhine.

Pengungsian Rohingya, yang mengklaim lari dari penganiayaan, merupakan topik sensitif di Myanmar yang mendapat tekanan internasional untuk memberi status warga negara bagi Rohingya tetapi berisiko menghadapi kemarahan rakyat jika dipandang mengakui kelompok ini sebagai salah satu dari puluhan kelompok etnik di sana.

Presiden Barack Obama mengatakan Myanmar harus mengakhiri diskriminasi terhadap warga Rohingya jika ingin mensukseskan proses demokrasi negara itu.

Pelarian melalui laut yang semakin sering terjadi bulan lalu menjadi satu krisis wilayah, dan Myanmar berkeras tidak bertanggungjawab atas situasi ini.

Sebanyak 17 negara ikut menghadiri pertemuan di Bangkok setelah sekitar 4.000 “manusia perahu” Rohingya dan Bangladesh mendarat di Thailand, Malaysia dan Indonesia pada bulan Mei.

Scott Busby, wakil asisten menlu AS untuk demokrasi, hak asasi dan buruh, menyambut baik kesepakatan antara negara-negara yang terkena dampak pendatang ini untuk mengatasi “akar penyebab” pelarian warga dalam jumlah besar. Namun dia mengatakan Myanmar harus memulainya dengan memberi status warga negara kepada Rohingya.

“Banyak dari mereka sudah tinggal di sana dalam waktu yang cukup lama, mereka memerlukan kewarganegaraan,” ujar Busby kepada Wartasan di Kamboja pada Selasa (2/6). (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER