Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Myanmar pada Selasa (2/6) menghukum seorang penulis atas tuduhan menghina agama Buddha selama dua tahun dan kerja paksa. Menurut pengacara penulis, vonis tersebut dianggap pukulan terhadap kebebasan berbicara dan toleransi beragama.
Htin Lin Oo, mantan pejabat yang tergabung dalam Partai Liga Nasional untuk Demokrasi bersama tokoh demokrasi Myanmar dan pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, dinyatakan bersalah oleh pengadilan wilayah Sagaing, Myanmar Utara, atas komentarnya dalam sebuah pidato yang dianggap meremehkan ekstremis Buddha.
"Htin Lin Oo mengkritik pidato biksu yang menyebarkan kebencian," kata Thein Than Oo, pengacara terdakwa kepada Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beralihnya Myanmar ke demokrasi selama empat tahun terakhir menumbuhkan nasionalisme Buddha yang jarang terlihat selama lima dekade pemerintahan militer sebelumnya.
Ketegangan panjang antara mayoritas Buddha dan minoritas Muslim timbul ke permukaan setelah dicabutnya larangan protes, penghapusan sensor dan pada akhirnya menimbulkan kekerasan agama. Muslim yang terkena dampak paling buruk. Thein Than Oo mengatakan ia takut keterlibatan kliennya di partai oposisi dapat mempengaruhi kasus dan keputusan pengadilan.
Thein mengatakan video berdurasi 10 menit milik kliennya yang beredar secara daring pada Oktober tahun lalu sengaja disalah artikan oleh ektremis.
Vonis pengadilan tersebut dikecam oleh kelompok HAM karena dianggap mengirimkan pesan yang salah.
"Pemerintah Myanmar seharusnya mendorong penulis seperti Htin Lin Oo untuk mempromosikan toleransi beragama di negeri ini daripada harus mengirim dia ke penjara," kata Wai Hnin dari Burma Campaign UK dalam sebuah pernyataan.
Amnesty International yang bermarkas di London mengatakan Htin Lin Oo adalah tahanan yang harus segera dibebaskan.
"Pengaruh pertumbuhan ekstremis nasionalis Buddha dan retorika penuh kebencian mereka di Myanmar sangat bermasalah," kata Rupert Abbot, direktur riset regional Amnesty dalam sebuah pernyataan.
"Pemerintah tampaknya berniat menambah masalah dengan memenjarakan mereka yang berbicara menentang intoleransi agama,“ kata dia.
(stu)