Jakarta, CNN Indonesia -- PBB menjadi tuan rumah dalam perundingan babak baru antara faksi-faksi di Libya pada Senin (8/6) di Maroko.
Pemerintah yang diakui secara internasional saat ini menjalankan pemerintahan dari timur Libya sejak aliansi bersenjata yang dikenal sebagai Libya Dawn mengambil alih ibu kota Tripoli dan mendeklarasikan pemerintahan sendiri tahun lalu.
Para pejabat Barat mengatakan pembicaraan dengan PBB merupakan satu-satunya harapan untuk membentuk pemerintahan yang bersatu dan menghentikan perselisihan antara faksi-faksi yang bersekutu dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putaran sebelumnya hanya menghasilkan sedikit kemajuan karena kedua pihak baik pemerintah maupun parlemen berdebat selama berbulan-bulan terkait pembentukan pemerintahan yang bersatu. Namun, PBB mengatakan putaran kali ini akan menjadi "penentu".
"Misi ini menerima ribuan pesan dari warga Libya yang prihatin tentang kondisi negara mereka yang memburuk. Mereka berharap dimulainya kembali pembicaraan dan berharap para aktor politik Libya akan menggunakan kesempatan itu," misi PBB untuk Libya mengatakan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Arabiya.
"Pertemuan di Skhirat (Maroko) akan membahas draf baru dari kesepakatan politik berdasarkan masukan terbaru dari para pihak," kata PBB di situsnya.
Mesir yang khawatir berkembangnya ISIS di negara produsen minyak itu mengatakan pihaknya mendukung solusi politik tetapi memperingatkan masyarakat internasional untuk "berhenti membuang-buang waktu" guna mendukung pejabat pemerintah.
"Kita tidak bisa menunggu untuk solusi politik meskipun kita mendukung dan merekomendasikan hal itu. Kami tidak mendukung opsi militer tapi kita tidak bisa menunda memerangi terorisme," kata Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukri, setelah bertemu para pejabat dari Italia dan Aljazair di Kairo pada Minggu untuk membahas Libya.
"Terorisme dan tantangan lain yang dihadapi oleh rakyat Libya tidak bisa ditunggu hasilnya dan kita tidak bisa mendorong itu," kata dia. "Kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi dan memberikan ruang untuk mereka yang melawan rakyat Libya, mereka yang menyebarkan terorisme dan pertempuran."
Pemerintah Tripoli mengatakan Mesir telah mempersenjatai pemerintah di timur yang tidak bisa membeli senjata secara legal. Mesir membantah hal tersebut karena Libya masih berada di bawah embargo senjata akibat pemberontakan pada 2011.
Pasukan loyalis pemerintah timur telah berjuang melawan militan Islam di timur kota Benghazi selama satu tahun tetapi tidak mampu mengontrol seluruh kota. Pekan lalu, tentara pemerintah di timur mengatakan mereka kehabisan pasokan amunisi.
(stu)