Washington, CNN Indonesia -- Peretas yang diduga memiliki hubungan dengan China berhasil menerobos basis data berisi informasi latar belakang personel intelijen dan militer AS yang berpotensi menjadi alat pemerasan.
Kantor berta Associated Press menurunkan laporan dengan mengutip sejumlah pejabat AS yang mengatakan, data dari hampir jutaan personel yang memiliki ijin akses keamanan di CIA, Badan Keamanan Nasional dan operasi khusus militer berpotensi dicuri ketika jaringan komputer Kantor Manajemen Personel, OPM, diserang peretas.
Laporan itu menyebut hingga Oktober 2014 lebih dari 2,9 juta orang diselidiki latar belakangnya sebelum mendapatkan ijin akses keamanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OPM belum memberi komentar atas berita itu, tetapi seorang pejabat senior AS membenarkan bahwa para penyelidik telah menemukan satu serangan terpisah ke OPM yang mensasar informasi sensitif pegawai pemerintah. Dan serangan ini serupa dengan insiden peretas yang diungkap minggu lalu.
Pejabat yang menolak disebutkan identitasnya itu tidak bisa mengkonfirmasi apakah informasi yang dicuri itu adalah data personel intelijen dan militer, tetapi menegaskan data yang dicuri itu “berbeda dengan serangan ke sistem dan data OPM” yang diungkap minggu lalu.
Satu sumber yang terkait dengan penyelidikan kasus ini mengatakan pihak penyelidik AS mencurigai keterlibatan jaringan China yang melakukan serangan sebelumnya .
Pada Jumat (12/6), Gedung Putih mengatakan tidak bisa mengkonfirmasi berita AP lain yang menyebutkan informasi dari sebanyak 14 juta pegawai dan mantan pegawai negeri AS telah dicuri oleh peretas dalam aksi lain pembobolan jaringan komputer OPS.
Minggu lalu pemerintah AS mengatakan catatan hingga empat juta orang kemungkinan telah dicuri, dan ini menjadi serangan peretas ke jaringan komputer pemerintah federal AS terbesar.
Data SensitifLaporan kantor berita AP itu mengatakan data yang dibobol adalah Formulir
Standard 86, yang mewajibkan pengisi melaporkan masalah kesehatan jiwa, penggunaan narkoba dan minuman beralkohol serta catatan penangkapan polisi serta kebangkrutan.
Formulir itu juga mewajibkan pengisi menulis daftar kontak, keluarga, yang berpotensi mengungkap sanak keluarga pegawai intelijen AS di luar negeri dan bisa dimanfaatkan oleh musuh.
Pemerintah Presiden Obama kemudian memerintahkan seluruh badan federal untuk mengambil langkah tambahan dalam melindungi sistem komputer pemerintah.
“Insiden yang terjadi baru-baru ini menggarisbawahi perlunya meningkatkan strategi siber Pemerintah AS dan melawan pelaku agresif yang tak kenal lelah yang terus menyerang infrastruktur siber negara ini,” bunyi pernyataan tertulis Gedung Putih.
Laporan terkait insiden peretasan ini terjadi ketika penasehat keamanan nasional Presiden Obama, Susan Rice, bertemu dengan perwira tinggi China, Jenderal Fan Changlong di Gedung Putih.
Keduanya menekankan perlunya AS dan China mengurangi ketidaksepahaman termasuk di bidang keamanan siber.
China, yang juga berselisih paham dengan AS terkait klaim di Laut Cina Selatan, membantah bertanggungjawab atas tuduhan peretasan itu.
Serangan siber dan ketegangan karena Laut Cina Selatan ini diduga akan membayangi perundingan tahunan kedua negara mengenai hubungan ekonomi dan strategis akhir bulan ini.
Para pejabat AS dan pengamat siber mengatakan peretas China mempergunakan taktik teknologi tinggi untuk membangun basis data besar-besaran yang bisa digunakan dalam spionase tradisional seperti merekrut mata-mata, atau mendapatkan akses untuk mencuri data di jaringan komputer lain.
(yns)