Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan terbaru dari penyelidikan kecelakaan maskapai TransAsia pada 4 Februari lalu di Taipei, Taiwan, mengungkap bahwa pilot salah mematikan mesin satu-satunya yang masih berfungsi.
Dewan Keamanan Penerbangan Taiwan (ASC) pada Kamis (2/7) mengatakan bahwa Kapten Liao Jian-zong, yang memegang kendali pesawat, gagal dalam pelatihan simulasi pada Mei 2014, sebagian karena ia tak memiliki pengetahuan yang cukup soal bagaimana menangani kegagalan mesin pada saat lepas landas.
"Wow, menarik
throttle (tuas) yang salah," kata Liao, 41, terdengar dari rekaman suara beberapa detik sebelum kecelakaan yang menewaskan 43 orang itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampak ada kebingungan di dalam kokpit saat kedua kapten mencoba untuk mengontrol kembali pesawat setelah kehilangan mesin lainnya sekitar tiga menit sebelum pesawat jatuh.
Liao sepertinya tidak menyadari kesalahannya hingga sudah terlambat.
Dia mencoba untuk menghidupkan mesin kembali sebelum seorang petugas junior yang berada di kokpit dalam rangka pelatihan, mengatakan, “Benturan, benturan, bersiap untuk benturan.”
Kata-kata itu adalah yang terakhir terdengar dalam data rekaman, menurut laporan ASC.
Beberapa detik kemudian pesawat ATR 72-600, dengan 58 orang di dalamnya itu, jatuh terbalik ke sungai dangkal di pusat kota Taipei setelah meluncur di antara bangunan, jalan layang dan taksi. Lima belas orang selamat dari kecelakaan itu.
Seorang sumber Reuters mengatakan pada Rabu bahwa laporan mengungkap pilot mematikan satu-satunya mesin yang masih berfungsi, dan tak lama kemudian pesawat jatuh.
Hingga Kamis, TransAsia tak berkomentar terkait temuan terbaru ASC namun berencana akan melangsungkan pertemuan pada Kamis.
Laporan ASC tidak melimpahkan tanggung jawab atau memberi rekomendasi untuk perbaikan, melainkan hanya memberi gambaran lebih rinci, memperbaharui laporan yang mereka rilis beberapa hari setelah insiden nahas TransAsia.
 Sebanyak 43 dari 58 orang yang ada di pesawat tewas setelah pesawat jatuh beberapa menit usai lepas landas. (Reuters/Stringer) |
Gagal pelatihan simulasiPenyelidikan sejauh ini menunjukkan bahwa Liao, seorang mantan pilot angkatan udara, mulai menerbangkan pesawat komersial pada 2009 dan bergabung dengan TransAsia di tahun berikutnya. Dia dipromosikan menjadi kapten pada Agustus 2014 dan bergabung dengan armada ATR 72-600 pada November.
Dia memiliki total 4.914 jam terbang ketika kecelakaan itu, termasuk 3.151 jam di ATR 72-500 dan 250 jam menerbangkan ATR 72-600.
Namun, laporan juga mengungkap bahwa Liao gagal dalam pelatihan simulasi pada Mei 2014 ketika ia sedang dievaluasi untuk promosi. Penilai menemukan ia memiliki kecenderungan tidak menyelesaikan prosedur dan melakukan pemeriksaan, dan ia juga tak cukup memiliki pengetahuan soal manajemen kokpit dan perencanaan penerbangan.
Namun, ia lulus uji simulasi kedua pada 29-30 Juni dan dipromosikan menjadi kapten, meskipun masalah yang sama yang terdeteksi selama pelatihan pada 02-10 Juli tahun lalu.
Pada waktu itu, instrukturnya berkomentar ia "rentan menjadi gugup dan dapat membuat kesalahan lisan selama prosedur menghidupkan mesin”, memperlihatkan kurangnya kepercayaan diri dan gugup.
Selama pelatihan ATR 72-600 pada November, seorang instruktur mengatakan bahwa Liao "mungkin perlu pelatihan tambahan" ketika berhadapan dengan kegagalan mesin setelah lepas landas.
Sejak kecelakaan itu, Badan Aeronatika Sipil Taiwan mengharuskan keseluruhan 55 pilot ATR TransAsia melewati tes lisan soal bagaimana menangani pesawat yang mengalami kegagalan mesin.
Hanya satu pilot yang tidak lulus tes tersebut, meski beberapa harus mengulang beberapa kali. Jika gagal dalam satu tes, maka pangkat kapten akan diturunkan ke wakil kapten.
(stu)