Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak pasar
seafood, termasuk yang terbesar di Thailand, terancam tutup akibat regulasi baru yang membuat para nelayan tak bisa melaut dan mengirim ikan ke pasar. Regulasi ini mulai berlaku pada Rabu (1/7).
Harga hidangan laut di berbagai wilayah di Thailand mulai naik Kamis setelah perahu nelayan yang tidak mematuhi peaturan baru dipaksa untuk berlabuh.
Dikutip dari Asia One, Mantan Kepala Perikanan Thailand Monkol Sukcharenkana mengatakan pada Kamis (2/7) bahwa pasar
seafood terbesar di Thailand, Talay Thai di Samut Sakhon, akan ditutup pada Sabtu karena tidak ada persediaan ikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, banyak dari pasar
seafood dan dermaga pemancingan juga akan ditutup.
"Saya tidak bisa mengatakan kapan pasar seafood akan dibuka kembali, tapi hal ini tergantung semata-mata pada keputusan pemerintah. Jika pemerintah terus bersikap tegas dan ketat terhadap regulasi perikanan ini, tanpa memberikan para produsen kapal waktu untuk menyiapkan diri mereka, maka tidak akan ada hidangan laut di pasar," kata Monkol.
Dia mengklarifikasi bahwa industri perikanan tidak menghentikan aktivitasnya untuk menunjukkan sikap menentang terhadap pemerintah, namun, peraturan-peraturan baru ini membuat nelayan tidak bisa pergi memancing.
Para penjual grosir di pasar segar terbesar di Pathum Thani, dilaporkan telah menaikan harga antara 20 baht sampai 50 baht per kilogramnya untuk setiap produk
seafood.Sementara itu, penjual hidangan laut Osara Srisa-nga mengatakan bahwa persediaan ikan laut telah habis karena dermaga pemancingan banyak yang ditutup.
Menurut Darunee Jindapan, kepala kantor pelabuhan perikanan Provinsi Surat Thani, hampir 3.000 kapal pemancing terpaksa kembali karena kekurangan nakhoda dan mekanik yang berkualitas, alhasil tidak memenuhi persyaratan dari regulasi baru.
Dia menduga, persediaan hidangan laut di provinsi Surat Thani akan habis dalam beberapa hari kedepan.
Sementara itu, otoritas setempat mengatakan bahwa regulasi penangkapan ikan akan tetap dijalankan, karena tujuan dari aturan ini adalah untuk menghentikan penangkapan ikan ilegal, yang tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported and Unregulated/IUU) dan menghindari larangan oleh Uni Eropa.
Uni Eropa untuk mengeluarkan kartu kuning kepada pemerintah Thailand terkait produk perikanan. Pemerintah negeri gajah putih dinilai lalai dalam mencegah kegiatan penangkapan ikan IUU maupun perbudakan tenaga kerja.
Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand Peetipong Phuengbun na Ayyutha menyerukan kepada para nelayan untuk segara mendaftarkan perahu mereka dan mematuhi peraturan.
"Pemerintah bukannya ingin menyakiti warga, namun kita harus menyesuaikan sistem penangkapan ikan di negera kita, kita ingin tahu seberapa banyak perahu legal dan ilegal," katanya.
Dia mengatakan, Uni Eropa akan mengirimkan beberapa pejabatnya ke Thailand pada Agustus, untuk mengumpulkan informasi terkait upaya Thailand dalam membenahi masalah IUU.
Setelah itu, pada Oktober, Uni Eropa akan mengevaluasi kinerja Thailand.
Menteri Pertanian tidak melihat akan ada dampak besar pada konsumsi hidangan laut lokal, karena sebagian besar pasokan datang dari peternakan ikan, bukan dari laut.
Wakil Perdana Menteri Thailand Prawit Wongsuwan menuturkan bahwa Angkatan Laut sudah memberikan jasa untuk para nelayan yang ingin mendaftarkan perahu mereka.
"Kita harus mengikuti peraturan ini, atau situasi bisa makin memburuk," katanya, sambil menambahkan bahwa masalah
illegal fishing sudah berlangsung selama dua dekade, dan jika tidak benahi akan berdampak pada perekonomian Thailand.
Thailand adalah negara pengekspor ikan terbesar ketiga di dunia, setelah China dan Norwegia, dengan nilai mencapai US$8,1 miliar.
(stu)