Iran, CNN Indonesia -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamanei belum mengeluarkan pandangannya atas kesepakatan nuklir negara itu tetapi bertekad untuk tetap menentang Amerika Serikat dan kebijakannya di Timur Tengah, dengan mengatakan Washington berupaya membuat Iran “menyerah”.
Dalam pidato di satu masjid Tehran yang diiringi dengan teriakan “Binasa Amerika” dan “Binasa Israel”, Khamenei mengatakan, ingin para politisi mempelajari kesepakatan itu untuk memastikan kepentingan nasional tetap dijaga, karena Iran tidak akan membiarkan ada gangguan terhadap prinsip revolusi atau kemampuan membela diri.
Khamenei yang merupakan tokoh beraliran konservatif dan pengambil keputusan terakhir dalam masalah-malah penting Iran, berulang kali mempergunakan kalimat “apakah kesepakatan itu disetujui atau tidak”. Hal ini mengindikasikan bahwa kesepakatan itu belum mendapat dukungan pasti secara politis dari panggung politik Iran yang terpecah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Apakah kesepakatan ini disetujui atau ditolak, kami tidak akan berhenti mendukung sahabat kita di wilayah dan rakyat Palestina, Yaman, Suriah, Irak, Bahrain dan Lebanon. Bahkan setelah ada kesepakatan ini, kebijakan kita terhadap Amerika Serikat tidak akan berubah,” katanya.
Kesepakatan yang dicapai pada Selasa (14/7) ini menetapkan sanksi terhadap Iran akan dicabut secara bertahap dengan imbalan negara itu menerima pembatasan jangka panjang pada program nuklirnya yang dicurigai Barat bertujuan membuat bom atom.
Pernyataan keras Khamenei mengenai kebijakan AS di Timur Tengah ini tidak sejalan dengan rencana serangan diplomatis Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif yang akan dilakukan beberapa hari ke depan.
“Penghinaan”Iran menganggap program nuklirnya sebagai tanda martabat nasional dan dinamisme dalam menghadapi penentangan negara-negara Barat terhadap revoulsi Islam 1979.
Khamenei tidak mengeluarkan kritik terhadap kesepakatan itu, tidak seperti Ayatollah Mohammad Ali Movahedi Kermani, seorang ulama besar, yang mengatakan dalam pidato di radio bahwa kesepakatan itu memperlihatkan tuntutan terlalu besar dari negara adidaya, yang merupakan “penghinaan”.
Tetapi pernyataan Khamenei itu menggambarkan rasa tidak percaya yang tinggi akan tujuan AS, dengan mengatakan bahwa banyak presiden Amerika sebelumnya ingin Iran “menyerah”, dan jika perang pecah, Amerika akan kalah.
“Amerika mengatakan mereka menghentikan Iran mendapatkan satu senjata nuklir,” kata Khamenei.
“Mereka tahu itu tidak benar. Kita punya fatwa yang menyatakan bahwa senjata nuklir terlarang berdasarkan hukum Islam. Itu semua tidak ada hubungannya dengan perundingan nuklir.
Tetapi pernyataan pada Sabtu (18/7) ini tidak mengungkap prosedur meratifikasi kesepakatan yang tidak diketahui secara rinci. Zarif akan menjelaskan kepada parlemen pada 21 Juli dan kesepakatan itu juga akan dikaji oleh Dewan Keamanan Nasional, badan keamanan tertinggi negara itu.
Zarif, yang berencana akan mengunjungi sejumlah negara di wilayah, mengatakan kepada negara-negara Islam pada Jumat (17/7) bahwa Iran berharap kesepakatan itu akan membuka jalan bagi kerja sama lebih besar dengan Timur Tengah dan juga dunia internasional.
Dalam Idul Fitri pesan ke negara-negara Islam dan Arab, Zarif mengatakan: “Dengan memecahkan krisis nuklir secara diplomatis, muncul kesempatan baru bagi kerjasama regional dan internasional.”
“Teroris yang Sebenarnya”Khamenei mengatakan bahwa kebijakan Republik Islam di wilayah akan terus menentang Amerika Serikat, dan kesepakatan nuklir adalah contoh dialog pengecualian.
 Pernyataan Khamenei tidak sejalan dengan langkah diplomatis Menlu Mohammad Javad Zarif. (Reuters/Mike Segar) |
“Kami berulang kali mengatakan tidak akan berundingan dengan AS mengenai masalah regional dan internasional; bahkan masalah bilateral. Ada beberapa pengecualian seperti program nuklir yang kita rundingkan dengan Amerika demi kepentingan kita.”
Dia mengatakan kebijakan AS di wilayah berlawanan “180 derajat” dengan kebijakan Iran.
“Amerika menyebut kelompok perlawanan Lebanon sebagai teroris dan menganggap Iran sebagai pendukung teroris karena mendukung Hezbollah di Lebanon, sementara Amerika sendirilah yang teroris karena membentuk ISIS dan mendukung Zionis yang licik,” kata Khamanei.
Sejumlah negara Teluk Arab sejak lama menuduh Iran campur tangan, dengan membiayai atau memberi bantuan senjata pada gerakan-gerakan politik di sejumlah negara seperti Bahrain, Yaman dan Lebanon.
Iran yang mayoritas penduduknya Muslim Syiah membantah campur tangan, tetapi bertekad untuk tidak mengurangi dukungan terhadap pemerintah Suriah dan Iran, yang memerangi pemberontakan berbagai kelompok Sunni bersenjata.
Tokoh-tokoh konservatif Iran lain tidak berkomentar terkait kesepakatan itu. Ali Akbar Velayati, seorang penasehat senior Khamenei, tidak menyinggung kesepakatan itu dalam kotbah Idul Fitri.
“Jika petugas keamanan atau anggota parlemen mendukung atao menolak kesepakatan itu sebelum benar-benar mempelajarinya, mereka akan menyesal,” kata Mohammed Reza Naghdi, komandan Pengawal Revolusi, kepada kantor berita Fars, Jumat (17/1).
(yns)