Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu pemimpin milisi Syiah di Irak menyebut kampanye serangan udara yang dipimpin Amerika Serikat untuk menggempur ISIS di Irak dan Suriah tidak efektif. Ia juga menyebut Washington tak serius ingin memerangi ISIS.
Qais al-Khazali, pemimpin kelompok paramiliter SYiah yang didukung Iran, Asaib Ahl al-Haq, mengatakan kampanye anti ISIS telah gagal karena agenda Amerika untuk membangun garis perbatasan baru di sepanjang Timur Tengah.
"Kami percaya bahwa Amerika Serikat tidak ingin menyelesaikan krisis melainkan ingin mengelola krisis," katanya dalam sebuah wawancara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“AS tidak ingin mengakhiri Daesh (ISIS). Mereka ingin mengeksploitasi Daesh untuk mencapai proyek di Irak dan di wilayah tersebut. Proyek Amerika di Irak adalah untuk membatasi ulang wilayah tersebut,” tambah dia.
Khazali mengatakan koalisi pimpinan AS gagal meningkatkan jumlah serangan udara dari waktu ke waktu meski telah berjanji untuk melakukannya.
Asaib, bersama dengan Brigade Badr dan Kataib Hizbullah, berada di garis depan Komite Mobilisasi Populer, atau Hashid Shaabi, entitas resmi pemerintah Irak yang mengorganisir relawan dalam perang melawan ISIS.
Hashid Shaabi telah menjadi kekuatan militer terkuat di Irak sejak kejatuhan tentara Irak tahun lalu. Meski begitu, banyak kelompok paramiliter ini yang dikritik atas dugaan pelanggaran di daerah Sunni yang berhasil mereka rebut dari ISIS.
Khazali mengatakan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi berada di bawah tekanan AS untuk membatasi kehadiran pejuang Syiah dalam kampanye merebut kembali sebagian besar provinsi Sunni, Anbar, dari tangan ISIS.
"Sekarang proyek Amerika sedang mencoba setidaknya untuk membatasi kehadiran Hashid Shaabi ke perbatasan Fallujah dan tidak mencapai Ramadi. Ini adalah besarnya tekanan dari pimpinan Amerika kepada perdana menteri Irak sekarang,” lanjutnya.
Washington dan sekutu Arab Sunni takut keterlibatan milisi Syiah Irak dalam pertempuran untuk mengusir militan dari ISIS di Anbar dapat memperparah kekerasan sektarian.
Dalam beberapa bulan terakhir, ada laporan pelanggaran termasuk pembunuhan, penjarahan dan pembakaran rumah warga Sunni. Khazali membantah tuduhan tersebut.
"Meskipun media berlebihan, tidak ada media yang mampu menuduh Syiah Hashid Shaabi dari satu (tindakan) genosida atau pembunuhan satu warga yang tidak bersalah," kata dia.
Tak saling percayaKhazali, 41, memulai kiprahnya sebagai paramiliter dengan bergabung dengan pecahan Mahdi Army, kelompok Syiah anti-Amerika yang dibentuk selama okupasi AS di Irak.
Pada 2007, Khazali ditahan oleh pasukan AS atas perannya dalam serangan terhadap kamp pemerintah Irak di dekat Karbala, yang menyebabkan tewasnya lima tentara AS.
Ia saat ini menjadi salah satu pempimpin Syiah yang paling dipandang di Irak, dan merupakan salah seorang sekutu terpenting Iran di Irak.
Menurutnya, ketidaksamaan kepentingan dengan AS membuat mereka mustahil bekerja sama dengan AS.
“Kami tidak setuju untuk berpartisipasi di mana Amerika menyerang. Amerika tidak mempercayai kami karena kami tidak tunduk selama okupasi. Tak ada prospek (untuk kerja sama),” ujar dia.
(stu)