Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi anti huru hara bentrok dengan pengunjuk rasa yang berkumpul di berbagai ruas jalan Ferguson, Missouri, Amerika Serikat, pada Selasa (11/8) dini hari untuk memperingati satu tahun penembakan remaja kulit hitam oleh polisi kulit putih yang memicu isu rasisme di kepolisian AS.
Dilansir dari Reuters, sekitar 200 demonstran, beberapa diantaranya melambaikan bendera, memukul genderang, dan meneriakkan slogan anti-polisi, berbaris di sepanjang jalan yang menjadi titik kerusuhan serupa pasca tewasnya Michael Brown, seorang remaja kulit hitam tak bersenjata, yang ditembak mati oleh Darren Wilson, polisi berkulit putih, yang kemudian dibebaskan dari segala tuduhan tahun lalu.
Sejak aksi peringatan berujung ricuh pada Ahad (9/8) hingga Senin (10/8), polisi telah melakukan sejumlah penangkapan, termasuk sembilan orang yang diduga terlibat dalam aksi pemblokiran jalan pada Senin malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lengkap dengan peralatan anti huru-hara, polisi bergegas mendatangi kerumunan demonstran yang masih ramai berunjuk rasa hingga tengah malam. Sejumlah demonstran berteriak dan berupaya melarikan diri sembari melemparkan botol air dan batu ke arah petugas.
Sementara melalui pengeras suara, polisi memperingati demonstran untuk membubarkan diri atau terpaksa dibekuk petugas.
Situasi yang terus memanas ini membuat pihak berwenang setempat menyatakan keadaan darurat pada Senin (10/8) untuk wilayah pinggiran St Louis dan sekitarnya. Pernyataan ini ditetapkan setelah setidaknya satu orang terluka dalam aksi baku tembak pada Ahad malam.
Warga Ferguson, Roberta Lynch, 51, termasuk di antara massa demonstran pada Senin malam. Dia menyatakan hubungan antara polisi dan masyarakat tidak juga membaik selama setahun terakhir.
"Mereka terus melakukan hal lama yang sama, mengambil hak-hak kami. Mereka seharusnya memberi kami ruang," kata Lynch.
Sementara, Kepala Polisi St. Louis County, Jon Belmar mengatakan polisi memberikan kelonggaran bagi para demonstran untuk berunjuk rasa, namun mereka harus tetap menjaga ketertiban publik.
"Kami membiarkan mereka melampiaskan kemarahan dan kami menjaga demonstrasi ini sebaik yang kami bisa," kata Belmar.
"Semalam itu cukup di luar kendali. Sayang sekali, aksi yang damai berujung ricuh dan diwarnai kekerasan," kata Belmar melanjutkan.
Menurut Belmar, kericuhan yang terjadi kemarin diawali dengan baktu tembak antara dua kelompok demonstrasi, merusak aksi peringatan damai. Di satu titik, seorang pria bersenjata melesat ke dalam tempat parkir dan terlibat baku tembak dengan petugas, dan kemudian terluka.
Pria tersebut bernama Tyrone Harris, yang kini dikenai sejumlah tuduhan serangan, seperti empat tuduhan penyerangan terhadap petugas penegak hukum, lima tuduhan tindakan kriminal bersenjata, dan satu tuduhan karena menembaki kendaraan. Harris akan dibebaskan dengan uang jaminan sebesar US$250 ribu.
Sementara, ayah Harris, Tyrone Harris menampik tuduhan tersebut dan menyatakan anaknya tidak memiliki senjata.
"Dia hanya menyelamatkan diri dari seseorang yang menembaknya," kata Tyrone.
Gubernur Missouri Jay Nixon menyebut aksi kekerasan itu menyedihkan. Nixon, yang mengerahkan Garda Nasional untuk memadamkan kekerasan tahun lalu, tidak memaparkan rencana untuk mengerahkan petugas keamanan tambahan untuk mengamankan aksi unjuk rasa.
Kericuhan pada demonstrasi dimulai ketika para aktivis memprotes penembakan Brown dan sejumlah warga kulit hitam lainnya yang tak bersenjata namun tewas ditembak polisi. Insiden semacam ini terjadi beberapa kali di berbagai wilayah Amerika Serikat.
Sejulam rohaniwan dan kelompok pemerhati hak sipil memimpin serangkaian protes tersebut, termasuk berdemonstrasi di gedung pengadilan di St Louis, yang menyebabkan 60 orang ditangkap, termasuk seorang profesor dari Princeton University dan aktivis Cornel West.
Menurut saksi mata Reuters, polisi menangkap puluhan demonstran yang memblokir lalu lintas pada jam sibuk di Interstate 70, yang berjarak hanya beberapa kilometer dari Ferguson.
Kematian Brown dan keputusan pengadilan untuk membebaskan Wilson menyebabkan gelombang demonstrasi yang sebagian besar berakhir ricuh dan diwarnai insiden pembakaran. Demonstrasi semacam ini digelar di berbagai wilayah dan menuai simpati publik.
Tewasnya Brown juga menyoroti adanya bias rasial dalam sistem peradilan pidana AS, menimbulkan gerakan demonstrasi dengan slogan Black Lives Matter di New York, Baltimore, Los Angeles, Cincinnati dan di Arlington, Texas.
(ama/stu)