Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas pengeboman di Kota Sadr, Baghdad, Irak, yang menewaskan 76 warga dan melukai 212 lainnya pada Kamis (13/8). Penyerangan tersebut adalah salah satu dalam pemerintahan Perdana Menteri Haider al-Abadi yang menjabat sejak tahun lalu.
Dalam sebuah pernyataan yang disebar oleh para pendukung ISIS di internet menyatakan bahwa pengeboman tersebut menargetkan "tentara penipu" serta milisi Muslim Syiah.
(
Baca juga: Ledakan Bom di Baghdad, 60 Orang Tewas)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ledakan yang terjadi di pasar yang terletak di lingkungan Muslim Syiah itu merupakan salah satu ledakan yang terbesar di Baghdad. Salah seorang saksi Reuters melihat sayuran dan buah-buahan bercampur dengan darah.
"Truk pendingin berisikan bahan peledak meledak di dalam pasar Jamila sekitar jam 6 pagi," kata petugas kepolisian Muhsin al-Saedi.
"Banyak orang yang tewas dan bagian tubuh yang terlempar keatas bangunan terdekat," kata Saedi menambahkan.
Tim penyelamat terlihat mengangkat sejumlah jasad dari reruntuhan logam yang telah membentuk dinding dan atap para penjual.
Masyarakat kemudian berkumpul dan menangis di tempat kejadian, beberapa dari mereka meneriakkan nama keluarga mereka yang hilang, sedangkan yang lainnya mengutuk pemerintah atas kejadian ini.
"Kami menyalahkan pemerintah atas kejadian ini, pemerintah harus bertanggung jawab penuh," kata seorang saksi, Ahmed Ali Ahmed, menyerukan pemerintah agar mengirimkan tentara dan milisi Syiah ke pos-pos pemeriksaan di ibu kota.
Abadi menjabat sebagai perdana menteri pada musim panas lalu, menyusul kekalahan tentara Irak oleh ISIS yang mengambil alih kota di timur, Mosul.
Kekalahan ini menjadikan pemerintahan Baghdad sangat bergantung kepada milisi Syiah yang disuplai dan dibantu Iran untuk mempertahankan ibu kota dan merebut kembali wilayah-wilayah yang diambil alih ISIS.
Pasukan keamanan Irak dan kelompok milisi Syiah kini sedang melawan ISIS di provinsi Anbar, yang menjadi wilayah pusat umat Muslim Sunni di bagian barat Irak.
Di Baghdad, Abadi telah mengusulkan adanya reformasi di dalam pemerintahannya, yang bertujuan untuk mengurangi korupsi dan suap. Reformasi ini merupakan perubahan terbesar di dalam sistem politik Irak sejak akhir pendudukan militer Amerika Serikat.
(ama/ama)